Rabu, 25 November 2009

Psywar Ala Muria-an

Hmm…andai boleh berandai-andai, andai kita pemilik PO yang trayeknya bersinggungan dengan PO dari Bumi Kartini ini, hati ini akan bersuara seperti apa ya?





Foto ini saya ambil di Terminal Kudus, tanggal 21 November 2009 silam, dalam perjalanan ke Jakarta dengan bis Tri Sumber Urip K 1476 AD, yang mempersenjatai diri dengan Hino RK8 R-260, berbalutkan busana New Travego “Smiley” Morodadi Prima.

Berita yang saya dapat malam itu, 5 unit chasis Mercedes Benz tipe OH-1525 yang masih fully naked, owned by PO Muji Jaya, melakukan defile dalam perjalanan menuju kota karoseri, Malang. Sesuai instruksi empunya, setelah “road show” di jalanan kota jenang, unit-unit chasis anyar yang kabarnya akan segera diskontinyu berganti OH-1526 ini, diwajibkan mampir di Terminal Jati, tepat saat momen peak time keberangkatan bis-bis malam Kudus-Jakarta.

(Toh, kalau dipikir dengan akal sehat, buat apa mesti singgah di terminal, tentunya buang-buang waktu, tenaga dan bahan bakar. Adakah udang di balik batu?)

Dan selanjutnya, tak perlu mengusung perasaan sungkan dan menyembunyikan sikap malu-malu, kelima peserta konvoi langsung diparkir berjajar rapi di sebelah gate entry, sedikit menghalang akses jalan masuk ke dalam terminal. Posisi “nongkrong”nya exactly in position, easy looking, seakan tahu mana tempat yang paling bermandikan cahaya serta paling fokus dipandang bis kompetitornya yang hendak masuk terminal. Area terminal yang sudah sempit makin menciut dengan kehadiran makhluk asing yang tak diundang oleh aparat terminal ini.

Lampu hazzard depan belakang yang “seadanya” terpasang pun dinyalakan, berkedap-kedip, seolah lirik kanan lirik kiri, terjangkit paham narcisme, pamer dan bangga diri, mencari perhatian seisi terminal. Raungan mesin OM-966LA di posisi idle yang serak-serak kering kian menambah riuh suasana terminal baru kebanggaan wong kudus yang konon dijamin anti banjir dan tahan gempa ini. Tak ketinggalan, di rangka chasis bagian samping dan belakang, dengan cat super white, digoreskan secara mecolok tulisan PO Muji Jaya, mewartakan siapa pemiliknya, tanpa perlu orang lain menduga dan mengira-ngira.

Sepertinya, apa yang diskenariokan kubu PO Muji Jaya malam itu mau tak mau menggolakkan kembali tensi persaingan, memperdalam guratan pesan abadi antar sesama penggede-penggede PO dari negeri Muria Raya, “soal untung rugi berbisnis bukanlah hal utama, melainkan pertaruhan gengsilah yang menjadi panglima”.

Sudah demikian “berdarah-darah”kah rivalitasnya, sehingga “janin-janin” armada bis yang tanpa dosa ini dijadikan obyek perang urat syaraf?


Oh, kejamnya dunia…