Rabu, 02 Oktober 2013

Tentang Hijau; Layu, Menguning, Royo-Royo Kemudian (3)


Tersaruk Usia


20.26


“Yang makan…yang makan…!” instruksi kenek saat laju bus ajrut-ajrutan menapaki halaman sebuah rumah makan.


Aku pun tersadar dan membelalakkan mata. Layout bangunan gampang terbaca oleh sensor penglihatan.


Dan baru kali inilah, aku merasakan kompleks rumah makan yang terletak di km. 50 ruas Semarang - Cirebon ini laksana ‘kota mati’. Pelataran depan kosong melompong, sementara parkiran belakang hanya berisi Pahala Kencana B 7789 ZX dan kameradnya, berbaju New Travego garapan Tri Jaya Union. Duo GMS, ‘Commando’ dan ‘Fighter’, sedikit menambal kesunyian dan kelengangan area Gringsing, yang diakibatkan ulah sistemik pengelola jalan Pantura.


Kemanakah Lorena, Sindoro Satria Mas, OBL, Gajah Mungkur, Muncul, Tunggal Daya, Mulyo Indah, Rajawali dkk, yang biasanya riuh memeriahkan suasana RM Sendang Wungu?


Justru yang menambah hawa merinding adalah teronggoknya sesosok Jetbus HD OH 1626 milik Pahala Kencana dengan wajah yang tak keruan di sudut belakang, tak jauh dari Safari Ijo melego jangkar. Dari warta yang kukorek lewat media massa, bus nahas bernopol B 7827 IZ tersebut sebelumnya terlibat kecelakaan dengan truk di jalur Alas Roban, hingga menewaskan dua kru angkutan barang tersebut.


Karena alasan lambung masih terisi sisa makan sore dan buat mendapatkan layanan gala dinner tidaklah gratis atau bayar sendiri, aku pun menafikan prosesi makan malam.


20 menit kemudian, penumpang dikomando untuk segera kembali menduduki tempat masing-masing. Cekat-ceket, itulah kesan yang aku tangkap.


Televisi jadoel model tabung dinyalakan, mempertontonkan konser seorang dara bergoyang erotis memeragakan tari tiang. Sementara hingar bingar iringan house music tak mampu terdeteksi telinga dengan baik, karena kualitas speaker yang tertanam di kabin ala kadarnya. Suguhan yang tidak membawa manfaat tentunya, baik dari aspek kesusilaan maupun entertain.


Mendaki tanjakan Plelen dengan tertatih-tatih, efek alami dari daya mesin yang pas-pasan dan mulai menapaki tahap uzur. Aku pun dibikin deg-degan, cemas membayangkan bus akan kandas menyelesaikan trek paling berat yang kudu dilalui. Seketika itu pula, Pahala Kencana Evonext menistakannya.


Banyu Putih jadi batu sandungan kembali. Giliran GMS ‘Zonda’ gubahan Satrio Body Builder, Magelang, yang mempermalukannya.


Tapi harus kuakui, bukan masalah skill, determinasi dan nyali pramudi engkel ini yang jadi penyebab. Justru acungan jempol layak disematkan atas karakter telapak kakinya kala membesut oto kesayangan. Umpama default engine OH Prima sudah di-swapping ke Mercy Elektrik, aku yakin, dia kuasa menyesakki hidung bus lain dengan polutan hasil pembakaran dapur pacunya.


Tampil ngotot, tanpa mengendurkan tensi, tak peduli berapapun solar yang diasup, cuek dengan komponen-komponen usia lanjut yang merakit armadanya, konvoi Putra Remaja, Zentrum dan Sedya Mulya mulai didekati. Tak kenal lelah membangkitkan puing-puing gairahnya, meski akhirnya, tanpa dinyana, Garuda Mas Evolution non AC tanpa basa-basi menyalipnya dari samping kiri.


Keempatnya akur, seiring sejalan, senada seirama, nyaris tak pernah tercerai berai, ibarat rangkaian kereta. Putra Remaja sebagai lokonya, sementara yang lain jadi gerbongnya. Quartet tersebut menjadi saksi terjadinya stagnasi aliran pada arus kendaraan yang menyudut ke penjuru timur, di daerah Tulis. Kira-kira hampir mencapai 5 km panjang grek-nya.


Menjelang gerbang selamat datang Kota Batang, meluncur dengan derasnya GMS Scorpion King ‘Commando’ OH 1525. Disusul kemudian Nusantara ‘Manhattan’ New Marcopolo dan Pahala Kencana ‘Nano-Nano’ rombakan Triun.


Sein kiri dinyalakan persis di depan alun-alun. Kru serentak turun dan memeriksa kondisi keenam bannya.


“Jakarta…Jakarta…” teriak kenek kencang, hingga terdengar di telingaku.


Ahaa!!! Rupanya time out ini modus untuk menyeser penumpang ilegal. Lima menit tak ada hasil,  bus berbasis karoseri Laksana, Ungaran, ini meneruskan kilometernya.


Duo laskar Purbosemi, Garuda Mas ‘Lanange Jagat’ serta Zentrum K 1717 GP giliran mempecundanginya. Busku makin tersaruk-saruk menghadapi rivalitas dengan ‘the young guns’. Hiks…


Kerumunan orang-orang yang berdiri di pinggir perempatan Ponolawen jadi iming-iming buat mendongkrak income. Bus bernama lengkap Safari Eka Kapti ini berhenti lagi.


“Jakarta…Jakarta!!!”


Nihil…


“Jakarta…Jakarta…Gadung…Bulus…” reffrain itu kembali menggema, saat putaran roda dikunci parking brake di depan Gudang Pusri, Kota Pekalongan.


Belasan ABS alias Anak Buah Sarkawi bergeming, sama sekali tak tergiur untuk memfaedahkan dagangannya.  Awak kabin pun gigit jari.


Hmm…ada rasa iba yang mengusik palung hati. Tapi mengingat hanya ada space di kandang macan buat menjejalkan tambahan penumpang, aku bersyukur menyikapinya.


Habitat sarkawi era kekinian semakin jual mahal, tambah belagu, sok borjou. Nyari ‘bus haram’ pun pilih-pilih, selektif. Heheno offense lo ya.


Atau mereka tahu reputasi PO Safari, sehingga untuk menyuntingnya pun ogah?


Kembali Menghijau


“Ambil kanan…ambil kanan!” pandu kenek setengah lantang, membangunkanku dari tidur sesaat.


00.15


Distrik Cimohong digelar untuk ajang pembuktian fase keroyo-royoan Si Ijo. Meski lebih banyak menelan kekalahan, jadi bulan-bulanan, terdampar di dasar klasemen sementara, kini saatnya melakukan langkah brilian untuk mengerek posisi.


Mendapat kabar tengah terjadi keruwetan akut di pertigaan Pejagan, serta mengandalkan intuisi bahwa spot tersebut steril dari pengawasan korps baju coklat, dikangkanginya jalur berlawanan. Dia melakukannya sendirian, munfarid, tanpa imam, apalagi makmum.


Tak usah dipersoalkan urusan pelanggaran aturan dan undang-undang, pencederaan etika serta keselamatan berlalu-lintas. Selama para pemegang kekuasaan lebih tekun memikirkan kepentingan masing-masing, tak becus dalam memimpin 250 juta rakyatnya, lebih suka memamerkan politik culas lagi kotor, berlaku koruptif dan manipulatif, jauh dari sosok yang patut diteladani, jangan berharap banyak akan tegaknya hukum pidana di tengah masyarakat.


Sudahlah…capai memperdebatkan hal yang demikian.


Belasan bus malam yang didominasi line Tegal/ Pekalongan dan sebagian entitas ranah Wonogiren, ratusan truk-truk ekspedisi serta puluhan mobil pribadi dibuat terkesima dengan aksi gagah beraninya.


Tak perlu terkurung dalam kemacetan, bus bertenaga 170 HP ini  pun gesit melepaskan diri, sukses dengan kenekatannya sehingga berhasil menggunting deretan panjang kendaraan untuk menggapai cita-citanya selekas mungkin mencapai akses masuk Tol Kanci.


Tettt…tett…tett…


Aku melonjak bangun, terkaget-kaget saat Agra Mas yang mengusung model New Travego Morodadi Prima menyalip secara kasar.


Jatiwangi. Itulah yang terbaca pada papan nama sebuah minimarket asuhan PT HM Sampoerna. Berarti rute yang diambil adalah jalur tengah, melipir dari Pantura Jawa Barat, yang disinyalir makin getol diberdayagunakan pemerintah sebagai lumbung proyek abadi.


Di tengah kegelapan alam yang dikelilingi bukit barisan Subang, Asli Prima Pekalongan-Merak yang berkolaborasi dengan PO letter K, Selamet, berjamaah menenggelamkan pelayaran Safari. Namun, kelihaian bus keluaran dekade 80-an meng-overtake Damri kode 3352 pantas dicatatkan sebagai prestasi spesial.


Dug…dug…dug…dug…


Bunyi dentuman antara ban dengan kunci roda yang dipukulkan kenek ke sidewall seolah isyarat bahwa bus tengah kelelahan dan perlu break barang sejenak. Bisa jadi, tenaga bus yang digeber habis-habisan, hampir tanpa jeda istirahat, butuh perhatian ekstra pula.


Tapi sejauh tripmeter menunjuk angka 400-an km ini, performa mesin bervolume 6.000 cc memang handal luar bisa, meski harus menguras energi untuk mentransfer output hasil jerih payahnya. 85% untuk mengembangkan kecepatan, selebihnya untuk menggerakkan kompressor perangkat pendingin dan kelistrikkan.


Kesempatan ini digunakan kaum lelaki untuk membasahi bumi Cikamurang dengan air sisa metabolisme yang sudah tak terbendung lagi oleh organ kandung kemih.


05.15


Kukucek-kucek mata, lamur menyaksikan sosok dua armada Blue Pearl yang bermarkas di Karanganyar, Kudus, tengah asyik berdansa. Applause untuk mereka, meski sebenarnya sudah bukan hal yang aneh bin ajaib memandang fenomena skuad gugus Muria dengan entengnya menyusul jam Solo-an.


Sementara itu, jiwa korsa mesti ditinggikan armada Sari Giri AD 1660 AG tatkala berempati dengan penderitaan kompatriotnya bernopol B 7178 PN, yang tengah berkutat dengan trouble, di pinggir perkebunan karet Kalijati.


Usaha mempercepat derap kinerja OM 366A terhadang oleh lagak kemayu Purwo Widodo ‘Kian Santang’, AD 1490 AG. Perlu taktik dan strategi cermat saat menyalip, mengingat ruas jalan yang sempit dan kian ramai oleh lalu-lalang aktivitas pekerja pabrik garmen yang hendak masuk kerja.


Karena nyaris tak ada kans untuk mencuri momen, cara bar-bar terpaksa diperankan. Dump truck dikorbankan untuk turun ke bahu jalan, sementara bus berdaya dorong Volvo seri B7R itu dipepet sangat tipis, demi membangun ruang terbuka untuk menyusulnya.


Dengan modus operandi yang identik, Dieng Indah Scorpin King AA 1439 CF serta bus karyawan Parahyangan BHA-188 dibuat senasib. Mereka dilengserkan dengan metode ngawur, hingga umpatan dan caci maki terlontar dari mulut pengguna jalan yang lain.


Percobaan yang sama hendak dilakukan pada armada Sinar Jaya 43 ZX. Hanya saja gagal menuai poin agresivitas lantaran perempatan Sadang telah menghalang di depan.


“Lebak Bulus…Pulogadung…Palmerah…Mampang…PAL Depok…Cibinong…”


Sayup-sayup, suara-suara itu kembali menggenangi ingatanku. Tak ingin meniru ‘kedunguan’ keledai -- terperosok dua kali pada liang yang sama --, daripada bahaya laten ‘Rukun Agawe Bubrah’ berpotensi de javu, aku lantas mengambil keputusan cepat.


06.20


“Saya turun sini, Pak!” pintaku pada kenek yang sedang terkantuk-kantuk di bangku kebesarannya.


Finally…


Aku pun duduk terpekur di atas bibir trotoar, di seberang Mal STS (Sadang Terminal Square), menunggu hadirnya angkutan direct line ke Tanjung Priok. Compact disc tentang rekam jejak Safari yang baru saja aku ajak pisahan, berputar ulang di alam sadarku.



IMG00940-20130624-0630


Tentu, me-review hasil pamungkas, realitas sangat njomplang dengan ekspektasi. Aku tetap lestari menjaga status quo, sebagai karyawan yang rajin terlambat absen di Senin pagi.


Namun, sepak terjang serta kiprah Si Ijo gaek setidaknya telah membungkam anggapan - anggapanku.


Yang layu tidak seterusnya layu. Yang menguning tak akan abadi bergrafis kuning. Asal ada kemauan dan kesadaran untuk mengubahnya, dia kelak bertransformasi menjadi royo-royo.


Umur niscaya susut, namun semangat tak serta merta surut. Usia boleh bertambah, tapi daya gedor tak boleh goyah. Meski berkalang nilai-nilai minus, tak mengerdilkan sekeping kesalutanku pada Safari Ijo, H 1480 AB.


IMG00939-20130624-0621


*******


Kubaca berita di portal detik.com sebagai ‘koran pagi’ yang setia mendampingi saat menanti  Warga Baru atau Kramat Djati jurusan Subang-Tanjung Priok yang tak kunjung tiba.


“Akibat Longsor di Km 47, Kemacetan Telah Mencapai Km 58.”


Ya ampun…rupanya, perjuanganku untuk mencapai ladang pencaharian terus saja berlanjut. To be continued


Kini, aku harus berjibaku menyeberangi lautan kemacetan sepanjang 11.000 meter, dengan fisik yang tak lagi seratus persen bugar dan mulai dibekap buslag yang mulai menyiksa raga.


Ah…telat maningmaning-maning telat!


Mpufh…Ongkos hidup apa lagi yang mesti diirit sebagai punishment atas terpangkasnya uang transport-ku bulan Juni ini?


Bingung…bingung…kumemikirnya!


 

1 komentar:

  1. assalamu'alaikum...
    cerita perjalanan yang sangat menarik mas..
    saya selalu mengikuti cerita perjalanan sebelumnya.
    ditunggu cerita perjalanan selanjutnya..
    sesama pejuang pjka
    wassalamu'alaikum

    BalasHapus