Senin, 22 Februari 2010

Artha Jaya, Pencipta “Virus Muria”?


Dalam persepsi entitas pengguna bus, armada bus malam dari ranah Muria Raya (Jepara, Kudus, Demak, Pati dan Rembang) identik dengan kemewahan armada, good service, speedfull, high determination, aksi demonstratif di jalan serta gengsi gede-gedean sesama pengusaha PO. Inilah karakter unik yang tak dipunya daerah lain, yang kerap disebut “virus muria”.

Menanggapi virus ganas yang bersifat regeneratif dan akhirnya memberi warna deru operasional bus-bus dari lereng Gunung Muria, di dalam hati ini tergelitik pertanyaan, siapa pertama kali pencipta virus penyebab bus-bus Kudus-an terkesan glamour, wah dan tak ada matinya? Siapa peletak dasar standar minimal pelayanan bagi penumpang, untuk mengakomodir karakter sosial budaya masyarakat pesisir timur Jawa Tengah?

Saya tidak tahu persis jawabannya, karena tak satupun dokumen sejarah atau artefak monumental yang mencatatnya. Namun, obrolan dengan tetangga sebelah rumah yang 25 tahun silam pernah menjalani komuter Rembang-Jakarta, bisa sedikit mendatangkan pencerahan.

Teman saya bercerita, awal tahun 80-an jalur Kudus-Jakarta masih kategori sepi. Bukan karena sepi penumpang, – karena waktu itu sudah banyak warga yang merantau ke ibukota - tapi sepi armada. Justru yang ramai adalah jalur jarak jauh, Jakarta-Surabaya atau Jakarta-Malang. Imbasnya, calon penumpang harus “lari” ke Semarang, bila hendak ke Jakarta, karena jumlah bus sangatlah terbatas. Begitu pun sebaliknya.

Pelan tapi pasti, peluang ini diendus oleh salah seorang pengusaha dari Lasem, bernama Bing Soenarso. Pengusaha etnis Tiongha ini mendirikan PO yang dilabeli nama Artha Jaya, yang artinya uang (dikonotasikan rejeki) yang akan terus berjaya. Membuka bus malam dengan trayek Lasem-Jakarta dan Cepu-Jakarta. Bekal Om Bing sendiri adalah modal pengalaman mengelola bisnis transportasi angkutan ekspedisi barang.

Awalnya, Artha Jaya hanya menyediakan bis malam non AC, dengan mesin Mercedes Benz mesin depan (seri OF) berkaroseri Morodadi. Namun, penyediaan armada seperti ini kurang mendapat respon positif dari pasar, karena aspek sosio-cultural masyarakat Jawa Tengah bagian timur yang maunya kelihatan begaya saat pulang kampung atau balik ke Jakarta, termasuk pula dalam urusan armada yang akan dinaikinya.

Akhirnya, era mesin depan diakhiri dan digantikan mesin belakang (OH Prima), dilengkapi pendingin udara dan toilet, serta urusan karoseri tetap mempercayakan pihak Morodadi. Livery-nya pun masih gampang diingat sampai sekarang, berupa garis-garis tegas berwarna coklat tua dikombinasikan coklat muda, dengan background warna aurora white. Logo Artha Jaya mirip logo maskapai penerbangan Singapura, SIA.

Inilah era dimulainya bus malam Kudus-an bermesin belakang, produk Eropa dengan fasilitas AC dan toilet, dengan busana dari karoseri berkelas dan corak body mesti goodlooking.

Sohib saya juga menuturkan, dulu, soal attitude, driver-driver Artha Jaya tak kalah pamor bila head to head dengan penguasa jalur Jakarta-Surabaya, PO Lorena. Mereka berani adu kencang, bahkan meladeni setiap aksi penuh kecepatan PO yang melegenda tersebut. Toh, soal mesin dan karoseri tak kalah. Hasilnya, selalu tiba di tempat sebelum matahari terbit, baik saat di Jakarta atau di Rembang. Bahkan kabarnya Artha Jaya cukup disegani di jalan, sebagai raja kecil dari Lasem. Style driver yang suka ngebut pun tak lepas dari “kompor meleduk” para penumpang, yang tak ingin busnnya kalah bersaing dengan bus jarak jauh.

Inilah poin kedua, yang meninggalkan warisan bagi sopir-sopir generasi berikutnya bahwa bus Kudus-an kudu banter dan siap untuk adu kebolehan keterampilan di jalan raya.

Dan tambahan terakhir dari teman saya, PO Artha Jaya adalah PO yang terbaik dalam menjunjung service kepada penumpang. Selain perlengkapan armada berupa bantal dan selimut tebal, diberikan juga snack saat perjalanan. Layanan makan malamnya juga bagus, nikmat dan lengkap. Dan rumah makannya tetap lestari hingga sekarang, dan dipakai sampai saat ini oleh Tri Sumber Urip, yakni RM Kota Sari, Gringsing. Bahkan saat PO Artha Jaya berulang tahun, pada hari H diadakan acara kecil-kecilan, penumpang diberikan jamuan makan “cuma-cuma” dan diseling pembagian doorprize. Mirip acara ultah Nusantara ke-40 di RM Sari Rasa yang saya hadiri dua tahun silam.

Jaringan agennya hingga ke Kota Cepu dan Blora, dengan disediakan kendaraan feeder, mikro bus, yang akan menjemput dan mengantar penumpang. Penumpang cukup terbantu, apalagi saat itu masih jarang angkutan yang beroperasi di jalur Rembang-Blora-Cepu.

Inilah karakter virus ketiga yang akhirnya menjadi standar pelayanan minimal yang selanjutnya dianut PO-PO Kudus-an yang eksis sekarang.

Sayang, kejayaan PO Artha Jaya runtuh di akhir tahun 90-an. Bukan karena missmanagement dan ditinggal pelanggannya, namun tiada generasi penerus Om Bing yang mau melanjutkan usaha PO-nya, di saat Om Bing ingin pensiun menikmati hari tuanya. At last, PO Artha Jaya dijual kepada Tri Sumber Urip, yang ownernya masih punya hubungan saudara dengan Om Bing.

Namun, berkat kesuksesannya, Om Bing (panggilan akrabnya) berhasil menyekolahkan ketiga anaknya di perguruan tinggi di luar negeri. Dan setelah lulus, ketiganya memutuskan tinggal di luar negeri. Sekarang ini, “hanya” bisnis ekspedisi dan bengkel sparepart yang masih dijalankan.

Sekali kali tulisan ini bukan jawaban yang tepat atas pertanyaan “siapa pencipta virus muria”, ini hanya konklusi pribadi berdasar wawancara dengan seorang narasumber, mantan loyalis PO Artha Jaya.


Silahkan kalau ada yang berpendapat beda…

26 komentar:

  1. akhirnya saya dapat info untuk Bis yang satu ini, sebagai pengguna jalan dipantura pada era 90-an memang untuk "artha jaya" tidak diragukan lagi drivernya....bisa meliuk2 bagaikan ular yang bisa lolos walaupun celah sempit......
    mohon dong diposting untuk foto bis diera tsb.....

    salam,
    shasan

    BalasHapus
  2. Mas Hasan, saya jadi traveling reguler Rembang-Jakarta setelah PO Artha Jaya redup, tidak pernah menikmati masa keemasan dan jaya-jayanya dulu.

    Jadi maaf Mas, saya tidak memiliki dokumentasi PO Artha Jaya tempo doeloe...

    BalasHapus
  3. sedikit menambahkan, dulu Artha Jaya pernah masuk Blora-Cepu. Dikarenakan penumpang tidak terlalu banyak bis besar hanya menunggu di rembang sedangkan penumpang blora-cepu dijemput feeder, bahkan menurut bapak feedernya pun menjemputnya dan mengantarkan sampai depan rumah

    BalasHapus
  4. Terima kasih atas penggalian sejarah Artha Jaya Mas.

    Sayang ya, PO sebesar Artha Jaya akhirnya redup. Guliran roda zaman tak mampu dilawannya. :)

    BalasHapus
  5. Wah,,dulu jaman masih SD (tahun 90-an) ini bus langganan saya, jurusan jakarta-lasem turun di juwana. Yang saya tahu dulu agen tiketnya di depan toko terang-juwana. kalau dari juwana ke jakarta sekitar jam 6-an sore, ikut bus dari lasem/rembang. Dulu saya lebih milih bus ini karena di zaman itu bus-bus lain jurusan yg sama cuma sampai pati & ga mau sampai juwana, padahal tiketnya tertulis juwana, sampai tujuan siang pula. pengalaman naik artha jaya dulu seinget saya belum pernah tiba di tujuan setelah matahari terbit, tapi pernah juga sekali mogok tepat didepan matahari kudus sekitar jam 3 pagi. Terakhir sebelum ganti livery warna pink seperti diatas, sempat punya livery warna hijau juga kalau ga salah.

    salam,
    abe

    BalasHapus
  6. iyah mas posting foto bus artha jaya yg dulu dong

    BalasHapus
  7. Saya ingat sekali dulu ke jakarta naik artha jaya dari toko terang juwana.mohon di share foto po.artha jaya jaman livery coklat-hijau...terima kasih...saya merindukan kenangan bersama bus ini

    BalasHapus
  8. Dulu saya penggemar berat artha jaya Jakarta Pati. saya punya gantungan kunci artha jaya. tas artha jaya. sama suka tuker 10 tiket gratis. mau tanya nih ? apa artha jaya masih jalan. catnya warna apa dan dimana agennya. dulu catnya coklat ada garis plus logo yang mirip Singapore Airlines. Tidak ada yang mampu mengalahkan kecepatanya saat itu. Bus yang paling ditakuti saat itu Lorena pun gak mampu manandingi. Sekarang saya kalo ke pati gak punya pilihan tetap. Kadang Nu3tara, Bejeu atau PK Bojonegoro serta Budi jaya.

    BalasHapus
  9. kangen ma bis satu ini walau saya baru 3x naik bis ini jakarta pati.salah satu bis legendaris indonesia n pantura.kapan ya ARTHA JAYA bisa ada lg.?????????

    BalasHapus
  10. saya juga pelangan artha jaya di era 90-an...
    saya merindukan sekali artha jaya yang warna coklat dengan unsur elegant-nya..
    pada saat itu saya benar merasakaan di jembatan di daerah berebes,,,bis artha jaya yang saya tunggangi,,sedang salip-salipan dengan bis lorena(ini nyata saya alami)..
    pada saat itu penumpang yang tertidur pulas-punbangun,,karena bis yang saya tunggangi tsb saling salip-menyalip,,tapi akhirnya bis lorena tersebut ketinggalan jauh oleh bis artha jaya.
    walaupun agen tiket di rembang di depan toko roti matahari-rembang,,yang juga terdapat agen resmi pahala kencana,,saya tetap setia dengan bis artha jaya......
    saya selalu merindukanya..
    saya pun terpaksa jika ingin pulang ke rembang naik bus po.tri sumber urip/pahala kencana.

    BalasHapus
  11. Dear Artha jaya lover.....

    Mohon......bagi yang punya foto jadoel "ArthaJaya" bisa dishare.......dong......please........

    BalasHapus
  12. Dimas Alahamda Kurniawan6 Agustus 2012 pukul 18.08

    ijin copas nggiihh???

    BalasHapus
  13. Dimas Alhamda kurniawan8 Agustus 2012 pukul 08.34

    ijin copas yah

    BalasHapus
  14. aku waktu itu main ke poolnya artha jaya yang lawas dilasem kondisinya kosong tidak ada apa2.yang ada hanya jam dinding tahun 82 kalo gak salah (jam memperingati ulang tahun artha jaya yang kesekian) dan hingga sekarang jam tersebut masih nyala hingga sekarang.dipool tersebut juga terdapat foto kenangan bis artha jaya.dan juga ada yg menjaga sepasang kakek dan nenek

    BalasHapus
  15. Dear Kwan..
    Gw prnah pnya foto artha jaya tapi sayank foto itu kebakaran.
    Yg warna garis'a coklat Tua

    BalasHapus
  16. Bis Artha Jaya lebih elegant dengan tampilan livery yang lama dan tampilan simpel aksen class bis mewah lebih menonjol

    BalasHapus
  17. Saya adalah seorang loyalis artha jaya dari cepu,dulu di tahun 80an sampai dengan tahun 90an rasa2nya belum ada yg mampu menandingi servis dan kecepatan bus yg satu ini..
    Ini terbukti ketika saya pulang dari cepu ketika itu saya naik dari rembang dan pada saat keluar dari rm kota sari gringsing aus yg saya tumpangi lsg kejar2an dengan po lorena yg saat itu menggunakan mercy oh 1521 harus mengakui determinasi driver bus artha jaya yg kala itu di piloti oleh pak suhar.
    Masih banyak kenangan2 manis saya bersama po yang satu ini
    Semoga artha jaya bisa jaya lg seperti dulu..

    BalasHapus
  18. Terima kasih atas sepenggal sharing pengalaman saat menikmati era kejayaan Artha Jaya, Mas Rey.
    Untuk menyamai prestasi seperti dulu, kataknya hil yang mustahal, Mas. hehe...Sekarang Artha Jaya sudah ditake over PO Tri Sumber Urip. Dan masih beruntung, bos baru sudi melekatkan nama Artha Jaya pada 2 armadanya, sehingga nama Artha Jaya belum habis ditelan bumi.

    Tapi ada pemeo "sejarah itu akan berulang". Siapa tahu, Artha Jaya akan melakukannya juga? Semoga...

    BalasHapus
  19. Ya benar Artha Jaya adalah Bus yng terkenal di era 80an terakhir saya naik bus ini sekitar th 1999 masih livery lama. Warna Coklat yang kalem lebih cocok utk bus ini. Drivernya sangat lihai sekali untuk meliuk di jalan Alas Roban.

    BalasHapus
  20. Banyak yang berkisah tentang kejayaan PO Artha Jaya zaman dulu. Kabarnya, dialah satu-satunya pesaing PO Lorena di jalan kala itu. :)

    BalasHapus
  21. Bus langganan keluarga saya. Waktu saya masih SD... Bus bermoncong, Tante saya dl ketakutan setiap kali naik bis ini... Sesuai tulisan ny " BUS CEPAT "... Bener artikel di atas, sampe tujuan sebelum matahari terbit...

    BalasHapus
  22. Klo gk salah, salah satu pilot Artha jaya ada yg dpt penghargaan sebagai sopir bus terbaik..( saya liat d TV TVRI ) klo gk salah thn 92' ato 93'... Lupa saya....

    BalasHapus
  23. Baru menemukan tulisan ini, selalu pulkam di ajak ayah tercinta naik bis ini jakarta - kudus di era 80an mulai dr harga 3.500 non ekonomi non ac dengan jendela di bawah / sejajar dg gagang kursi penumpang. Kangen pembawaannya driver pak jhon dg nopol 1887 ketika itu suoos tenan dan memang yg bs disejajarkan dg Lorena ketika itu.

    Sayang zaman itu blm ada dokumentasi seprti skrg. Jika ada foto2 jadul mohon berbagi yaaa

    Sezaman dengan artha jaya ketika itu ya sari mustika, garuda mas, pahala kencana, agung bhakti dll

    BalasHapus
  24. Baru menemukan tulisan ini, selalu pulkam di ajak ayah tercinta naik bis ini jakarta - kudus di era 80an mulai dr harga 3.500 non ekonomi non ac dengan jendela di bawah / sejajar dg gagang kursi penumpang. Kangen pembawaannya driver pak jhon dg nopol 1887 ketika itu suoos tenan dan memang yg bs disejajarkan dg Lorena ketika itu.

    Sayang zaman itu blm ada dokumentasi seprti skrg. Jika ada foto2 jadul mohon berbagi yaaa

    Sezaman dengan artha jaya ketika itu ya sari mustika, garuda mas, pahala kencana, agung bhakti dll

    BalasHapus
  25. Baru menemukan tulisan ini, selalu pulkam di ajak ayah tercinta naik bis ini jakarta - kudus di era 80an mulai dr harga 3.500 non ekonomi non ac dengan jendela di bawah / sejajar dg gagang kursi penumpang. Kangen pembawaannya driver pak jhon dg nopol 1887 ketika itu suoos tenan dan memang yg bs disejajarkan dg Lorena ketika itu.

    Sayang zaman itu blm ada dokumentasi seprti skrg. Jika ada foto2 jadul mohon berbagi yaaa

    Sezaman dengan artha jaya ketika itu ya sari mustika, garuda mas, pahala kencana, agung bhakti dll

    BalasHapus