Selasa, 03 Desember 2013

Denpasar Noon (4)

16.49


‘Terminal Penyeberangan Gilimanuk’


Surya Bali pun menyambangi entry gate nomor 2 untuk melunasi ongkos atas jasa penggunaan fasilitas pelabuhan. Rp396.000,00, itulah mahar yang semestinya dibayar, sesuai nominal yang tertera pada papan informasi di loket.


DSC00495


Tapi rupanya, pramudi hanya memberikan salam tempel pada penjaga loket, dan melenggang masuk. Kemudian seseorang berpenampilan parlente, entah apa perannya, menghampiri dan terjadilah ‘transaksi yang sesungguhnya’. Hmm…Indonesia banget.


DSC00490


Dan selanjutnya tak mengherankan jikalau busku langsung dipersilahkan menduduki antrian awal untuk menuju lambung kapal, bersanding dengan Sedya Mulya, kawan seiring perjalanan antara Jembrana hingga Gilimanuk.


Tak sampai lima menit kemudian, dermaga III dengan konsep Moveable Bridge dibuka lebar-lebar.


DSC00487


AD 1437 CG loading duluan, disusul DK 9002 AC, dan N 7068 US di belakangnya. Sementara truk-truk dan mobil pribadi kudu bersabar lantaran kalah rupiah.


DSC00485 DSC00489


KMP Nusa Dua, itulah nama kapalnya. Sedya Mulya mengambil posisi di pojok kanan, Akas Asri di pojok kiri, Surya Bali di tengah-tengahnya, sekaligus langsung menghadap palka.


Penumpang serentak turun, mencari lapak yang sekiranya nyaman, aman dan terlindung dari terpaan angin laut. Aku sendiri lebih memilih bersantai di dek atas, di samping ruang nahkoda, tempat di mana bisa menggelar corong pandang paling lebar.


DSC_0023

IMG_2108


Perlahan-lahan, kapal tua buatan tahun 1982 yang dikelola oleh PT. ASDP Indonesia Ferry ini mulai menyusuri selat Bali. Pesona sunset di ufuk barat saat matahari berangsur redup, tenggelam di balik lereng Gunung Raung, dipigurai cakrawala alam Banyuwangi,  diarsir riak-riak air samudera sebagai ubo rampe-nya, menyuguhkan panorama yang benar-benar romantis. Sayang, aku seorang diri. Andaikan saja ada mantan pacarku di sisiku, akan kusanjungkan kata-kata mesra untuk lebih membarakan sekam cinta yang selama ini kuat bersemayam di palung hati kami berdua. Halah…malah ngaco!  


DSC_0032


Kian ke tengah, ombak berubah mengganas, hawa bertiup semakin kencang. Goncangannya mulai memusingkan kepala, ombang-ambingnya perlahan memualkan isi perut. Air laut seakan kian deras memusar di celah sempit yang menceraikan Pulau Jawa dan Pulau Bali, mengalir dari hulu Samudera Hindia menuju hilir Samudera Pasifik.


Aku dan belasan penumpang yang semula leyeh-leyeh di atas terpaksa turun ke ruang festival di lantai dua. Hanya hiburan campursari dari media televisi yang bisa sedikit melalaikan dari siksa pelayaran kali ini.


DSC_0025


Satu jam dua puluh menit rasanya begitu lama untuk merenangi jarak sepanjang 3 mil laut. Bahkan, ketika KMP bertuliskan Porte Koneng bisa meng-overlaping KMP Nusa Dua dengan memanfaatkan lebar laut, meruntuhkan kesabaran ini untuk berlama-lama di tengah selat, berharap agar kapal lekas bersandar, memuntahkan kandungan muatannya.


“Kok ngga sampai-sampai ya!” lirih aku menggumam.


Para penumpang seketika riuh berhamburan meninggalkan kursinya masing-masing, bergegas menuruni anak tangga menuju geladak bawah, saat daratan menyisakan jarak sepelemparan batu.


Aku pun duduk manis kembali di atas takhta keramat, sembari dihidangi camilan jilid II. Segelas air mineral ditambah sekerat roti adalah bukti bahwa Surya Bali benar-benar menyanggupi misi yang diembannya sebagai bus dengan First Class Service.


IMG_2088


Sedang posisi sang kapten kini sudah berganti formasi, driver tengah turun lapangan. Laksana Steven Gerrard di klub Liverpool, beliau adalah sosok penting di balik armada ‘nol dua’ ini. Pembawaannya kalem, anteng, penuh wibawa, dan senioritasnya menonjol. Raut kebapakan dan kenyang akan asam garam perjalanan, jelas terpancar dari guratan air muka.


17.10 WIB


Bye…bye…Bali Island, hello… Java Island!


Lembayung senja luruh ke bumi saat Kapal Ferry Nusa Dua berlabuh di Terminal Penyeberangan Ketapang. Setelah keluar dari kompleks pelabuhan, Surya Bali menyegerakan membabat jalan, seakan tak ingin membuang waktu barang sedetikpun untuk urusan yang tak perlu.


Sri Tanjung -- yang mengingatkan akan nama kereta api jurusan Banyuwangi-Lempuyangan --,  terminal bus di ujung paling timur Pulau Jawa tampak melompong dari ampiran armada-armada langganannya, tak sebanding dengan ukurannya yang super luas.


SPBU beridentitas 54.684.09 disinggahi, memberikan service makan terlebih dahulu bagi dapur pacu berkapasitas 7.900 cc, sebelum meretas jarak sejauh hampir 600 km.


Dan o la la…bertemu dengan saudara biologisnya, DK 9001 AC, yang sore tadi berangkat lebih awal dari Ubung, dan kini tengah mengasup liter terakhirnya.


IMG_2092


 “Aku ndisik yo, oyaken nek iso!” goda salah satu kru ‘SB01’. (Saya duluan ya, kejar kalau bisa!)


“Wealah…opo abote ngoyak awakmu!” balas sang pawang ‘SB02’. (Ah…apa susahnya ngejar kamu!)


Guyonan mereka sontak membumbungkan gejolak sisa-sisa darah mudaku yang semakin hari semakin nyilem di dalam jeruji golongan kaum sepuh, selaras dengan terkereknya usia. Batinku membisik, “Kayaknya bakal ada race menarik nih, meski rivalnya kawan satu tim. Tak ubahnya kompetisi di sirkuit MotoGP antara Dani Pedrosa dan Marc Marquez di dalam tubuh pabrikan Repsol Honda.”


Namun, pesimisku kemudian mengusik. Rupanya, tandon bahan bakar yang terbenam di dalam bodi Royal Coach SE ini mengaplikasikan double tank, sehingga dibutuhkan guyuran solar sebanyak 294 liter untuk membuatnya nyaris luber. Tak ayal, terciptalah kembali gap waktu selama 20 menit dengan kompatriotnya itu.


Tremendous journey will be…


Ekspektasiku seketika menggelora, saat DK 9002 AC kemudian melesat cepat, menghujamkan hegemoni dan dominasinya di kawasan Watu Dodol, salah satu spot rawan kecelakaan di pesisir Jawa Timur. Dengan garansi jam terbang tinggi, kontrol atas kemudi di bawah kendali juru mudi tengah sangatlah memukau. Kecepatan jelajah bertengger di atas skala 90 km/ jam, manuver-manuver saat menggagahi jalan begitu menawan dan tak pernah kendur dalam menjantang tensi permainan. Tak pandang bulu, satu persatu pengguna jalan raya ditaklukkan dengan gaya ultra offensive.


Hanya sebuah minibus pick up yang mencorengkan cacat ketika kuasa menyalip dengan speed tinggi di satu tikungan di daerah Bajulmati. Ulah ugal-ugalan mobil bak terbuka itu men-stimulus Surya Bali untuk memberinya pelajaran. Pergerakannya terus-menerus ditempel, tak digubris kala dia memamerkan kesombongannya melabrak truk-truk tonase besar. Diladeninya hingga seberapa kuat L300 bikinan Mitsubushi Motor itu menanggung pressure dipepet-pepet moncong jet darat.


Tak perlu dibuat grogi dengan mem-blitz-kan sorot lampu jauh, cukup disorong-sorong dengan momok keunggulan dimensi dan postur tubuh, sopir pick up itu tak berdaya, hingga roda-roda sebelah kiri hingga out of control, mencaruk-caruk bahu jalan. Seakan dia menghiba ampun seampun-ampunnya, kapok untuk menakali bus malam kembali.


18.55


De javu. Bidang pinggul PO Wisata Komodo Hino RK8 lagi dan lagi memblocking lajur di depannya, saat memasuki gerbang Alas Baluran.


Duo itu kembali mengulang kolaborasi manisnya sewaktu menyisir alam Jembrana. Mode full throtle diperagakan duet pelat DK di atas venue hutan lindung yang terletak di kawasan Banyuputih. Entah berapa banyak rombongan truk-truk yang telah diluluh-lantakkan, dan berapa banyak pula kendaraan kecil yang seharusnya lebih lincah dikadali oleh tingkah keduanya.


Kondisi semak-semak yang habis terbakar, dengan letupan bara-bara kecil seakan turut memanaskan atmosfer Pantura Timur malam itu.


Sayang, konsistensi karir bus yang punya sifat pemalu hingga menyebut dirinya dengan “Ora Mercedes Ora Opo-Opo” itu tak kekal. Surya Bali pun malas men-taklid-i pemandu jalan yang demikian, hingga pertahanan Wisata Komodo trayek Purwokerto itu bobol untuk kedua kalinya. Skor 2-0.


Setelah memberikan kesempatan saling silang dengan mantan bus prototype OH 1526 milik OBL, Pahala Kencana New Marcopolo serta PO Sandy Putra, kini Sedya Mulya produk 59 yang tak bisa dijebol gawangnya selama merumput di Pulau Bali, giliran dipecundangi.


Sungguh, sanjungan kalimat salut dan acungan empat jempol pantas kualamatkan kepada the man behind the steer. Lugas, tegas dan tidak peragu, itulah karakter yang bersembunyi di balik tampang nan cool.


Itu pun belum cukup. Si Nano-Nano, K 1684 AB, juga dibuat tak berkutik saat menyisir jalan sempit dan penuh kelokan-kelokan tajam yang diampu oleh Alas Baluran, yang bikin kita merinding akan kisah keangkerannya.


Tidak seperti Pantura barat, bus-bus malam di sini kalah jauh soal populasi. Hanya saja, modal mesin baru dengan tenaga besar tidaklah jadi elemen primer. Justru skill dan nyali driver yang dinomorsatukan. Jalanan ciut dua lajur dan banyak bopeng-bopeng, minim rambu-rambu, miskin penerangan, dengan kepadatan yang diciptakan oleh deretan truk-truk besar, adalah handicap yang wajid diakrabi sekaligus ditundukkan.


Putaran roda baut 8 menurun drastis oleh keramaian pusat kota Kecamatan Asembagus. Salah satu biangnya adalah bus Akas yang tengah cuek bebek menaik-turunkan penumpang. Akas Group adalah penguasa lokal di jalur ini, sehingga yang lain kudu maklum dan mafhum dengan empunya kawasan.


Lalu sesosok Kramat Djati, B 7861 WV, tampak tercecer jauh di belakang dari kolega-koleganya yang mengarah ke Denpasar, sebelum Surya Bali memutuskan untuk menyalip Akas bertungku Hino RKT, yang hendak menuju pulau garam itu.

1 komentar: