Kamis, 14 Maret 2013

Kuhapus Merahmu Untukku! (2)

Properti milik PT. Anugerah Mas ini serasa tak kenal gentar menerjang medan laga. Aku mengagungkannya sebagai sang Pemberani, meresonansikan makna warna merah yang melumuri sekujur tubuhnya.


17.18


Legacy Sumba Putra undur gelanggang dipameri kegesitannya menaklukan aspal ruas Truko, Cepiring. Dan selanjutnya mengadakan “reuni” bersama BM-002, B 7143 KGA, yang senja itu juga tak kalah perform mengumbar semburan daya 260 HP. Berdua rancak membelah jalan, menyelenggarakan persekutuan untuk menekan dan mendorong-dorong armada PO Tegal Indah.


IMG00394-20130219-1643


Tak ingin dipecundangi dengan mudah, bus wisata berkaroseri Scorpin King itu meningkatkan tensi permainannya. Cara sedikit lacur diperagakan dengan memblokir luasan badan jalan. Tak sekalipun duo Agra Mas diberikan celah untuk menusuk ke depan, dan akhirnya tetap pada formasi semula hingga tamat menuntaskan ringroad Weleri.


Bus berbasis bodi Evolution garapan tools Rahayu Santosa ini mengistirahatkan lelah setelah tujuh jam berjibaku menyisir rute Pacitan-Wonogiri-Solo-Bawen-Gringsing.


Para penumpang berikut kru serempak keluar, sementara di sudut lain, aku justru bertambah bingung. Mana “lembar asli” yang dijanjikan agen?


“Mana tiket untuk saya, Mas?” tagihku pada kenek, di saat “teman-temanku” menuju antrian service makan malam.


Dia memandangku tajam, dan kemudian menjawab “Sebentar ya, Mas!”, sambil berlalu menaiki busnya kembali.


Dari luar kaca, aku bisa melihat kesibukannya membersihkan lantai dan ruang interior, terkesan tak nyadar bahwa seseorang sedang menunggu janjinya.


Asem…aku mulai mencium aroma ketidakberesan. Kukeluarkan “tiket palsu” itu dan kuhampiri dia sesaat setelah turun dari armada.


IMG00384-20130219-1619


“Mana, Mas?” tanyaku dengan intonasi meninggi. “Kata agen dapat makan, mana kuponnya?” pancingku.


Empat atau lima pasang mata serentak menoleh ke arah kami berdua.


“Sudah, Mas, ayo ikut saya saja!” redamnya setengah berbisik, seraya menggandeng tanganku dan diarahkan menuju ruang makan kru.


Busuk!!! Aku dijadikan begundal sarkawi secara halus dan rapi!


Argh…betapa bobroknya sendi-sendi kehidupan di republik karut marut seperti tanah airku ini. Iktikad untuk menjadi orang baik dan patuh aturan justru diselewengkan oleh pengingkar kaidah-kaidah kebenaran.


Kewajiban pra-touring sudah kulunasi. Membeli tiket dari agen resmi, dengan tarif resmi, diberikan bukti resmi, dan yang kupilih PO resmi. Tapi nyatanya?


Apa bedanya aku dengan penumpang ilegal yang nyetop di tengah jalan? Tak henti-hentinya aku menggerutu.


Pufh…aku ibarat keledai, dua kali terperosok ke dalam lubang yang sama. Aku kembali terperangkap di dalam jeruji sarkawi. Bodohnya aku, mengapa gampang percaya pada mulut manis orang lain? Apa khilafku hingga dijadikan boneka kebohongan dan obyek skandal tipu-tipu antara agen dengan kru?


Mau tak mau, kuturuti saja permintaannya. Entahlah, aku juga bimbang harus berbuat apa. Mengajak cekcok hingga membikin gaduh dan menarik perhatian pengunjung Raos Eco pun tidaklah elok dan bukan tipikalku. Biarlah, kalau memang ini dosa, aku siap mempertanggungjawabkannya.


Kuambil sejumput nasi dan sepotong ayam goreng di hadapan sorot curiga kru-kru Agra Mas yang lain. Sebab hanya aku satu-satunya “pegawai” yang tidak mengenakan seragam hitam-oranye. Jangan tanya soal rasa dan fitur ambil suka-suka. Niatku di sini hanya ingin menghargai perasaan orang, tidak terpikir seberapa banyak suapan yang harus aku telan untuk menganjal volume perut.


“Mas, saya ke belakang dulu. Terima kasih sudah diajak makan!” basa-basiku pada kenek setelah menghabiskan menu dengan terburu-buru. Rasanya jengah, kikuk dan tak kerasan menyantap sajian gala dinner yang semestinya bukan hakku ini.


18.28


Yak, sudah komplit. Ayo jalan!” seru controller usai mengecek “isi muatannya”. Seolah kena pecut, sopir tengah pun tidak sabar memundurkan “bendi jepangnya”.


Iki piye, belum komplit kok mau jalan saja!” sergah Bapak-Bapak penghuni bangku 19 saat teringat dua bangku di depannya yang semula diduduki dua orang masih terlihat kosong.


Kenek pun merecheck dan memang benar bahwa ada yang belum mengisi buku absen keberangkatan. Dan butuh dua menitan menanti kehadiran mereka berdua.


Aku hanya menggumam, “Payah…benar-benar payah! Ini bagian controlling gimana sih? Aku yang gelap, tak tercatat di daftar manifes, lolos dari pemeriksaan! Kurang dua orang dibilangnya penuh! Apa gunanya pakai petugas-petugas segala kalau kerjanya saja asal-asalan, formalitas doang dan asal bapak senang! Pantas saja “barang ilegal” seperti aku ini gampang diselundupkan ke dalam.”


Ah, lupakan dulu soal peristiwa memalukan barusan. Perjalananku masih jauh, tak bijak berlama-lama memendam kedongkolan di dalam raga. Bisa menumbuhkan bibit-bibit penyakit nantinya.


Aku harus tetap enjoy dengan trip ini, betatapun kehinaan dan loosing my esteem kini tengah melingkupi.


Seperti pilot pinggir, subtitutornya ini juga tak kalah garang. Meski sempat disungkurkan PO wisata Kawan Lima di Tanjakan Plelen, aku optimis, tak butuh tempo panjang untuk melakukan revans.


Hujan intensitas ringan mengguyur kawasan Alas Roban. Potensi slip when wet seakan dilalaikan saat bus yang teregistrasi di berkas kepolisian dengan nomor B 7736 YL ini berikhtiar melengserkan PO Putera Mulya, AD 1432 DG. Perjuangan luar biasa juga dipertontonkan dan membuahkan hasil positif. Balas dendam setelah dipecundangi Kawan Lama terbalaskan. New Marcopolo tersebut mengibarkan bendera putih di daerah Tulis.


Nusantara dari divisi CN, yang menggawangi lapak Semarang-Tegal juga dijungkalkan secara open play meskipun harus melewati tantangan yang tak mudah.


Badan yang tengah didera kecapean, membuatku tunduk pada aspirasi rasa kantuk. Menjelang Kota Batang, aku laksana dihembus-hembusi sirep yang ditiupkan asap pembakaran mesin varian J08C-TI ini.


23.38 


Grekk…grekk…grekk… grekk…grekk…grekk…


Monotonitas bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh gesekan ban dengan jalannan bopeng membangunkanku dari peraduan. Kukucek mata dan mengedarkan pandangan keluar dinding kaca.


Ha!? Aku terkaget melihat papan nama sebuah sekolah menengah, MTsN, yang memahatkan nama Kandanghaur.


Cepat amat! Jam segini, bus langgananku biasanya masih berkutat dengan hiruk pikuk kehidupan malam Kota Tegal.


Di depan, tampak buritan Sinar Jaya, 38 Y, dengan trayek Balamoa-Jakarta. Berdua pun seiring sejalan menelesup di dalam barisan truk-truk yang seolah tiada putus bergantian menjajah jalan. Barulah di lintasan sepi Sumur Adem, B 7316 NL itu mulai ditinggalkan.


23.59 


Bus berkasta VIP 39 seat ini lalu melawat ke rest area UUN, Pamanukan. Sepertinya tak ada keharusan wajib lapor, dan kru hanya mengambil jatah perbekalan yang diulurkan pihak rekanan sebagai imbal balik hubungan harmonis yang telah terjalin.


Berbarengan itu pula, hadir sebuah armada Asli Prima kelas ekonomi, Damri 3065 dan Shantika divisi Pariwisata terparkir di areal rumah makan yang (menurutku) mempunyai masjid termegah se-Pantura itu.


Aku pun merangkai mimpi-mimpi kembali. Zzz…zzz…zzz…

2 komentar:

  1. hi mas... aku lumayan lama baca tulisan njenengan, sejak mutasi ke denpasar, awalnya cari info soal tiket, bis yang nyaman dari dps-sby, lha nemu postingan caper di website bmc. very nice, seakan saya lihat langsung semua deskripsi.... caper-nya pernah dibukukan mas? keren lho.... btw ini judulnya mirip lyric lagunya andra & the bacbone hehehe....

    BalasHapus
  2. terima kasih atas lawatannya, mas hary.

    saya bersyukur mas, ternyata tulisan sederhana ini bisa jadi preferensi bagi yang hendak melakukan turing.
    saya malah tidak kepikiran untuk membukukan caper2 ini, mas. setiap kali menyelesaikan satu tulisan, bagi saya sudah mendatangkan kepuasan batin yang luar biasa, mas. bagi saya itu sudah cukup kok.

    hehe...benar, mas. judul lagu andra & the backbone menginspirasi judul tulisan ini.

    BalasHapus