Rabu, 06 Maret 2013

Muria-Raya United (2)

Dari jauh samar terlihat pijaran lampu rotary PJR. ‘Bhara Tangguh’ responsif, dengan menggeser posisi dari lajur 4 ke lajur 3, meski alirannya agak tersendat. Dan inilah kesempatan busku untuk mendekat pantat “Red Phoenix” itu.


Cukup lama keduanya ‘bertempelan’. Bahkan jet darat berakte AD 1506 AG menurutku luar biasa, berani mengimbangi kedigdayaan armada yang bertangsi di Ngembal Kulon, Kudus.


Mendadak HR-04 berkilah ke lintasan samping kiri, lalu menurunkan kecepatan, seolah mendorong Raya untuk menyebelahi. Lagi-lagi, keduanya bersulang klakson sembari berkomunikasi lewat isyarat yang aku sendiri tidak dapat menerjemahkan. Karena keasyikan nge-date, Dream Liner BCB 181 serta Sinar Jaya B 7520 VB melangkahi.


Si Nona pun merangsek ke depan, sementara B 7057 VGA mengalah sebagai wujud sikap tahu diri, rendah hati, sportif dan berempati, mengejawantahkan slogan Oldies First.


“Hebat kan, Muria-an dibikin mundhuk-mundhuk (merendahkan diri) di hadapan Solo-ensis!” aku bersorak. 


Di Km. 42, hujan turun dengan lebatnya. Hal itu mentrigger ter-ekspose-nya amalan langka yang tak kujumpai di bus malam. Dibantu kenek, para penumpang beramai-ramai menutup kaca geser, menyumbat jalan agar air tak membasahi ruang kabin.


Handicap ini pula yang membuat spesies-spesies Hinomaru ‘ketakutan’, dengan melambatkan ritme putaran ke-enam bannya. Dengan mudahnya, kakak PO Sedya Utama ini menyalip 73 DX dan Rosalia Indah 125 Hino RG, namun gagal dalam usaha mencundangi Dedy Jaya G 1494 GR.


IMG00342-20130214-1751


Sementara terlihat PO Prayogo Cileungsi-Klaten menepi, berkutat dengan permasalahan mesin.


Di bahu jalan Km. 53, lampu atreet Haryanto eks PO Tridiffa menyala silau. Ada apa gerangan sehingga HR-78 itu melakukan gerakan yang membahayakan pengguna tol? Apakah lantaran kelupaan ataukah terlalu ngebut sehingga kebablasan tidak melakukan pengisian solar di SPBU ‘Diamond Class’ Km. 52?


18.03 


Kemacetan menjuntai panjang di jalan akses keluar dari Gerbang Tol Dawuan karena adanya lubang menganga di depan pabrik perakitan Hino, Cikampek. Dengan kenekatannya, Zentrum 09 dan Rosalia Indah dengan nomor lambung 134 memporakporandakan jalur berlawanan. Kendaraan kecil dipaksa minggir, mengobarkan semangat negatif adigang, adigung, adiguna.


Aku pun kegerahan dan secara refleks tangan menjulur ke atas untuk meraba-raba keberadaan louver AC. Tapi…yaelah, mengapa aku senaif ini. Ini bukanlah refrigerator berjalan. Hehe…


Dalam sedikit ketidaknyaman hawa udara, timangan leafspring chasis OH-1113 benar-benar tak diragukan. Dalam dekapan empuknya kursi eks pesawat DC-10 milik Maskapai Garuda Indonesia, tak kuasa aku melawan kantuk sehingga masyuk dalam peraduan.


Zzz…zzz…


Menapak daerah Ciasem Girang, dengan ringannya mengakuisi posisi PO Agung Putra, bernomor STNK AA 1500 DM. Menilik pelat nomor dan corak warnanya, jelas bus wisata ini mengkaryakan armada seken PO Efisiensi.


Wuss…wuss… 


Dengan lancang, dari sebelah kanan meluncur deras Laskar Tidar yang menjuluki dirinya dengan sebutan Lelaki Cadangan. Siapa lagi kalau bukan Santoso line Merak yang kondang dengan high determination-nya itu.


Jalanan penuh jerawat dan mengikal jadi penghambat Merah-Oranye untuk melepaskan diri dari panduan Dedy Jaya ‘Lapendos’, Laki-Laku Penuh Dosa. Dan akhirnya, Rumah Makan Markoni Pamanukan benar-benar menghentikan kiprahnya di etape pertama, menyusul Junior Eksekutif AD 1488 AR dan Senior Eksekutif AD 1504 AG yang tiba terlebih dahulu.


IMG00346-20130214-1922


IMG00351-20130214-1928


Kutukarkan kupon yang menyatu dengan tiket tanpa sampul, dan kemudian diberikan keleluasaan untuk meracik menu prasmanan empat sehat yang dihidangkan. Bebas tanpa syarat, silahkan keruk sepuasnya tanpa perlu was-was ditegur pramusaji andai ketahuan mengutil ayam lebih dari sepotong. Hehe…


IMG00353-20130214-1929


Saat menyantap gala dinner, mataku tertuju pada tumpukan snack yang tertata rapi di atas meja makan. Mungkin itulah yang dipersiapkan bagi penumpang super top yang ketinggalan kereta, sehingga menumpang sementara waktu pada bus yang lain sebagai pelangsir, sebagaimana yang pernah dialami Kang Mas Ponirin. (Hehe…piye Dab kabare?)


IMG00352-20130214-1928


19.46


Angkutan massal yang sekarang diorganisir kakak beradik, Bapak Nata Laksana dan Bapak Brata Laksana, melakukan kick off babak tengah, disaksikan oleh enam unit armada Ramayana di sisi parkir timur.


Sopirnya malah lebih sepuh dari pengemudi pinggir, dengan postur tinggi jangkung dan agak kurus. Tak ada seragam formal yang menempel di badan, hanya pakaian casual namun sopan. Alas kakinya pun merakyat, cukup sandal jepit. Barangkali PO Raya ingin menyampaikan pesan bahwa saat on board, antara penumpang dan kru adalah satu family, sama-sama sederajat dan sehati. Mengaburkan konteks berbisnis bahwa dalam usaha komersial terbangun tingkatan antara penjaja jasa/barang dan penggunanya (user).


Karakter driver jangkar ini lebih santai, sangat santun dan menanggalkan egoisme di atas jalan raya. Hanya sesekali mengerek jarum rpm ke puncak aman di skala 2.000 rpm. Tapi kelihaiannya memainkan setir kemudi yang segede tampah, mempertegas tingginya jam terbang yang dia punya.


Jalanan kembali tak ramah, aspal mulus jadi barang mahal. Meski bodyroll terombang-ambing oleh kontur tak rata, belasan truk-truk penghancur properti peninggalan Daendels dilibasnya dengan smooth.


Dan entah aku harus berkomentar apa, saat tanah Kandanghaur merekam aksi Raya mengasapi HR-04 untuk kedua kalinya. Bus yang sedang menggawangi trayek Poris-Tayu itu terlihat ogah-ogahan, kehilangan greget, kurang match dengan nickname ‘Bhara Tangguh’.


Dan kini giliran Sinar Jaya 84 J yang kudu mencicipi rasa pedas kala dikebiri bus lain, dan selanjutnya terus menorehkan raihan positif dengan menihilkan medium bus pelat merah B 7788 EQ milik Badan Koordinasi Penanaman Modal berkaroseri garapan Delima Jaya.


Hoek sorr…hoek sorr… 


Owh…si ibu yang menyemprot anaknya gara-gara mabuk darat tadi seakan kena ‘karma’. Justru dari kevulgaran suara yang dikeluarkan, kualitas muntahannya lebih hebat dari putrinya. Dan efeknya, penumpang yang lain pada membisik tentang ketidaksopanan yang ditunjukkan ibu tersebut.


Aduh..duh…pahit memang  memaknai hakikat art of travelling.


“Prei…prei…awas, parkir…”


Tak kenal henti kru #03 mengawal laju perjalanan bus pecinta body builder Ungaran, Laksana, ini. Tentu beda dengan habit kenek Muria-an yang lebih memilih bobo manis di depan toilet, percaya penuh pada kemampuan kerja partnernya.


“Ayo…kosong…”


Teriaknya saat PO Madjoe Utama, AE 7088 UB, dengan livery siluet angsa PO Setiawan disikatnya dari lajur kiri dan berikutnya gantian Sahabat Pariwisata, E 7652 KA, disungkurkan.


Tettt…tett…


Tebasan duet Pahala Kencana MB OH 1626 B 7907 IZ dan Pahala Kencana Setra RG B 7912 IW membobol blocking jalan yang dikreasi bus yang berhomebase di Bulakrejo, Sukoharjo. Selarik bukti nyata bahwa armada-armada Gang Pegangsaan itu tak lagi memusingkan soal fuel consumption, mengangkat ketepatan waktu tempuh sebagai panglima. Dan aku sendiri merasai, bagaimana empat kali berturut-turut mudik mingguan naik Ombak Biru Madura-an, hanya sekali yang tampil mengecewakan. Selebihnya, ngebut, sekencang kompetitor barunya di jalur tersebut.


Celeng. Itulah lintasan yang dilalui, menghilangkan eksistensi bypass Losarang-Widasari yang hampir semua PO menjadikannya sebagai lintasan rujukan untuk mengarah ke Jatibarang. Hanya bertemu satu unit bus di atas track yang mati suri ini, yakni PO Damri jurusan Bandung-Indramayu ketika tengah mogok.


Underpass rel kereta Widasari, yang merupakan meeting poin jalur lama dan baru, Nona langsung disambut Legacy Sky Madu Kismo, K 1455 BD, dan Rosalia Indah Super Eksekutif. Dan selanjutnya berparade malam menyisir alam Cirebon.


Bahkan, aku harus angkat topi pada performa penggawa Palur beridentitas 377 di ruas Kertasemaya. Perjuangan dalam menumbangkan saudara muda Tri Sumber Urip jurusan Bangko-Solo-Pati itu, plus keberaniannya memotong langkah GMS Scorpion King serta Sumber Alam Proteus, AA 1521 CC, sembari menuntun busku, pantas diapresiasi.


Tett…tett…


Genderang perang seakan ditabuh kembali oleh another member of Pahala Kencana Imperium. Jetbus Hi-Deck ‘nano-nano’, B 7830 IZ, memamerkan hegemoni dan dominasinya, mencecerkan Raya dari persaingan race Pantura.


Bidak-bidak Bapak Hendro Tedjokusumo sukses berakting antagonis malam itu, memerankan momok yang menyeramkan bagi PO-PO lain. Salut…

2 komentar:

  1. bambang hari wahyudono25 April 2013 pukul 07.22

    Tulisan anda selalu menarik untuk dibaca.
    Salam kenal dari saya.
    Saya dahulu (thn 1996) salah satu driver bus Lintas Jawa Bali dari Multi Lintas Eranusa.

    BalasHapus
  2. Salam kenal kembali, Mas Bambang.

    Wow...driver bus? Profesi yang saya kagumi.

    hmm...Multi Lintas Eranusa? Kira-kira PO apakah? Continental bukan?

    BalasHapus