Rabu, 06 Maret 2013

Muria-Raya United (3)

Blitz…


Kilatan lampu hi-beam dari kendaraan arah berlawanan membelalakkan mata. Aku pun terjaga dari lelap. Tegal, itulah kesimpulanku saat menatap layout tata kota dan bangunan di kanan kiri jalan.


Bus yang hampir berumur 30 tahun ini tetap melenggang stabil dan meyakinkan. Kolega-kolega Pantura yang lebih muda dan fresh berusaha meminta jalan. Tercatat Kramat Djati D 7520 AB, Rosalia Indah 349 dan Pahala Kencana B 7912 IW  diberi kelonggaran untuk melenggang di depan.


23.55 


Di teritorial Ulujami, Pemalang, Nona mendekat ke bidang buritan PO Santoso, AA 1505 CA. Bus yang mengusung jingle Assololey -- sebuah salam mesra khas bumi Nganjuk yang direpopulerkan oleh Mbak Eny lewat musik Djanduth (Djaranan Dangdut) Sagita -- memberi perlawanan liat dan ulet.


Sayang, makhluk yang digilai Sanlov itu terbujuk iming-iming lambaian tangan dipinggir jalan saat tensi balapan mulai meninggi. Sebagai gantinya, Pahala Kencana divisi Kudus, K 1707 B, didegradasi menuju trap di belakangnya.


Raya tak lelah mengumbar puing-puing kekuatannya. AKAP yang mematok tarif Rp115.000,00 untuk jurusan Jakarta-Solo kembali menurunkan panji-panji PO Purwo Widodo Putro, AD 1476 FG, serta bis 7/8 aset sebuah sekolah kebidanan di Brebes. Rosalia Indah AD 1633 DA tak luput menghirup jelaga karbon yang dihembuskan knalpot OM-366A ini, saat disungkurkan selepas perlintasan sebidang rel kereta api di Jl. Dr. Wahidin, Pekalongan.


Gen Muria-anku terpuaskan lagi menyaksikan aksi jantan Bapak Sopir dalam mengandalkan intuisi dan kejelian membaca peluang saat memelorotkan posisi New Marcopolo Safari Dharma Raya AA 1616 BY dan Purwo Widodo Putro 06 di Tanjakan Sengon, Alas Roban. Bunyi mesin yang renyah, tarikan enteng dan larinya ngacir adalah kunci di balik kesuksesan kisah di atas, sekaligus memantulkan fakta bahwa PO Raya memang jago angon barang-barang gaek.


Belum jauh mencicipi lingkar Sentul, Plelen, kemacetan mengular. Dari bawah, truk-truk bertonase besar kepayahan mendaki, sementara antrian kendaraan ke timur berhenti total.


Puter…puter…. panjang  macetnya!” seru salah satu sopir truk Colt Diesel menggurui.


Dan terlihat tiga truk termakan rayuan, buru-buru melakukan manuver balik, memanfatkan parkiran warung-warung makan untuk tempat memutar 360º.


Dari air muka, ada sedikit penyesalan dari driver Raya berkode 13, mengapa tidak mengambil jalur lama Poncowati?


Gimana ini, Mas, ikut balik arah apa sabar menunggu?” tanya Pak Sopir meminta pertimbangan pembantunya.


“Sudah, sabar saja. Sebentar lagi jalan! Palingan di depan ada truk mogok!” suruhnya mempercayakan pada feeling dan pengalaman.


Dan benar saja, tidak sampai 15 menit, lalu lintas mulai mencair. Penyebabnya adalah mogoknya truk tronton B 9984 DA berjenis Mitsubishi Fuso pas di tengah-tengah tanjakan. Buntut ketersendatan hampir mencapai pertigaan Kutosari, Gringsing, menandakan bahwa keruwetan ini sudah berlangsung agak lama.


Di Weleri, terjadi acara subtitusi pemain, pilot tengah menepi usai menuntaskan durasi tugasnya selama hampir 5 jam. Dan bus yang melabelkan diri dengan sebutan Bisnis RS ini meneruskan sepertiga sisa dari rute pengembaraannya.


IMG00348-20130214-1923Saat membayar retribusi Terminal Mangkang, Semarang, berjumpa dengan bus lain yang memiliki jam keberangkatan nyaris serempak dari Pulogadung. Dia adalah NS-39, armada yang layak kusemati mahkota ‘life achievement’, yang malam itu menunjuk HS-218 sebagai penjaga lapak trayek Pulogadung-Cepu. Hal ini sekaligus menandakan bahwa meski beda rating mesin, OH 1113 versus OH 1526, nyatanya menghasilkan waktu tempuh yang sama, tanpa pemenang. Remis begitulah istilahnya dalam permainan catur.


Legacy SR-1 Euro 5 dan Jetbus HD OH 1626 berikut Sindoro Satria Mas XBC-1518 dan kompatriotnya SM 201 tertinggal secara ‘tidak gentle’ karena keperluan isi solar dan tengah menurunkan penumpang, sebelum New Proteus yang dilengkapi toilet ini mencapai mulut Tol Semarang.


Di Km. 2 Tol Manyaran, Dara Ngadirojo, Tunggal Dara B 7221 WV bukanlah musuh sepadan untuk menghadang laju bus yang cikal bakalnya dari usaha bisnis ekspedisi truk bernama Radar.


Demikian pula Ramayana AA 1666 AB, dan poolmatenya, New Travego Morodadi Prima bergambar Pemanah, dibobol pertahanannya di Simpang Susun Jatingaleh, sebelum mengkaramkan Royal Safari bercangkang Grand Aristo bikinan New Armada, Magelang, menjelang loket pembayaran Gerbang Tembalang. Lalu dipungkasi dengan drama adu speed dengan PO Timbul Jaya AD 1712 AG sebelum pertigaan Sukun menceraikan mereka berdua.


Jumat, 15 Februari 2013 


02.50 


“Oh, Mas yang turun Semarang?” tanya Pak Sopir saat aku berkemas, mencangklong tas punggung yang semalaman ngumpet di bawah bangku nomor 3, berstatus sebagai penumpang pertama yang terdongkel dari singgasana.


Dan di kolong Jembatan Penyebarangan Orang (JPO) Banyumanik inilah aku mengakhiri debut perdanaku menggandeng PO Raya sebagai pemain baru dalam khazanah rutinitas mingguan.


Tak bisa kupungkiri, PO Raya memang unik dan eksentrik. Keniscayaan bahwa armada baru dengan beragam fitur yang modern, up to date dan high-end lebih bisa menjaring penumpang terbantahkan oleh perusahaan otobus tinggalan mendiang Bapak Witikno ini. Nyatanya, dengan ketelatenan merawat aset-aset uzur, mengakrabi para pengguna jasanya dengan sentuhan sisi humanis dan njawani, mengartikulasikan makna kenyamanan sebagai inti dari pelayanan, PO Raya berhasil menyulap kebersahajaan dan kesederhanaan fasilitas armada sebagai mesin handal pencetak loyalis-loyalis sejati. Dan itu belum bisa ditiru oleh PO-PO dari Semenanjung Muria.


IMG00359-20130214-1950


 IMG00312-20130214-1615


Tak salah bila aku melekatkan atribut “Tukang Sihir dari Jagalan, Solo” sebagai bentuk ketakjuban kepada PO Raya.


IMG00309-20130214-1611***


10 menit sudah aku mematung, tersergap atmosfer sunyi sepi sendiri di tengah belantara ibukota Jawa Tengah. Seolah tanpa kehidupan di sekelilingku. Taksi-taksi, bus-bus kota, serta microbus seolah menjadi batu nisan di tengah pusara Terminal Banyumanik. Hanya satu tukang ojek terlihat sedang mangkal di seberang jalan. Beruntung defile bus-bus Solo-an jadi sedikit penghibur hati menanti bus Terboyo yang tiada kunjung datang.


Dan kekurangberuntunganku bertambah, tatkala bus Budiman, Tasik-Semarang, tak mengangkut satupun sewa yang berdestinasi Banyumanik.  Bus yang mengusung model Setra designed by Tri Sakti Carroserie itu lenggang kangkung di depan mata, cuek terhadap lambaian tangan yang kujulurkan.


03.10 


Dalam keadaan terkantuk-kantuk duduk di trotoar, mendekatlah sorot lampu mayang yang kemudian tepat berhenti di depan Terminal. Aku tak mampu mengidentifikasi bus apa gerangan, terburamkan oleh keremangan cahaya dinihari. Yang penting aku kudu berlari mendekat, tak mau kalah tempo dengan beberapa orang yang turun.


Saat penumpang terakhir menginjak aspal, aku pun tergesa-gesa menaiki tangga berundaknya.


Wow… sinaran lampu LED biru yang menempel di langit-langi dan bersembunyi di bawah selasar mencitrakan bahwa bus ini tergolong gres. W 7068 UZ, itulah sticker nopol yang tertempel di dinding kaca, sekaligus ciri petunjuk bahwa AC Tarif Biasa ini pastilah asuhan Sumber Kencono Group.


Ditabuhi gendang rancak dari hiburan dangdut koplo yang disetel cukup kencang, bus yang pernah menggegerkan jagat tanah air dengan serangkaian kecelakaan yang menimpanya itu melesat cepat.


Memasuki jalan tol, terunggah driving style yang menurutku kurang kerjaan, sarat keisengan dan tentu saja menguras energi serta konsentrasi pengemudi. Kendaraan-kendaraan yang merintangi jalan didekati, lalu ditempel mepet-mepet, sebelum banting setir sekuat-kuatnya ke sisi jalur yang kosong. Padahal lalu lintas cukup lengang di pagi buta itu. Aneh, memang!


Bus lain yang sempat dilukai adalah Garuda Mas Evolution dan secara penuh nafsu berupaya melengserkan PO Wisata Remaja AA 1526 CK sebelum mencapai u-turn Kaligawe, meski berujung kegagalan.


“Terboyo…Terboyo…Semarang terakhir!”


Lantang suara yang dilisankan sang navigator saat bus berhenti di pojok pertigaan yang mengarah ke Terminal Terboyo. Aku pun melangkahkan telapak kaki keluar, sembari menelisik eksterior berjersey warna biru-silver ini. Sugeng Rahayu, itulah asmanya. Dan ternyata…oh…ternyata…berjubah keluaran terbaru, Discovery.


Menurut info Edison Chen Mojoagung, 68UZ ini adalah angkatan 19.30 dari Bungurasih, generasi keempat yang menyuksesi jam-nya driver favorit Jatimers, Cak Abas, sewaktu menggenggam batangan W 7600 UY, sebelum digantikan oleh W 7182 UY. Sedang tahta ketiga ditampukki W 7741 UY.


Sumber Kencono…Sumber Selamat…Sugeng Rahayu. Dari pertama mengenalmu saat duduk di bangku kuliah sebagai langganan dwi mingguan saat seringkali PP Jogja-Cepu via Ngawi, dan belasan tahun kemudian berpisah karena waktu dan kesempatan yang tidak pernah berjodoh, ternyata perilakumu tidaklah berubah. Tetap sebagai bus banter, sruntulan, menantang adrenalin, mayak-mayak dan galak ketika mengangkangi jalanan.


“Kudus…Rembang…Tuban…Bungur…”


Teriak kondektur bus Sinar Mandiri Mulia, N 7480 UG, menggiringku untuk menaiki ‘alat bajak’ hariannya. Aku pun mengistirahatkan lelah bersandar pada punggung bangku kusamnya, sembari memutar ulang jejak kepulanganku yang serba anomali ini.


Thanks a lot, My Lord, peta baru perjalanan Jakarta-Rembang memanfaatkan wahana estafet bus kidul-an berhasil aku lukis. Ternyata tidaklah rumit sebagaimana yang aku bayangkan.


Sederet nama kemudian menghias reka pikiranku. Agra Mas, Sindoro Satria Mas, Laju Prima, GMS, Gajah Mungkur, Sedya Mulya, Safari, Harapan Jaya, Gunung Harta, Rosalia Indah, Jaya, Gunung Mulia, New Ismo, Purwo Widodo, Langsung Jaya, Putera Mulya…dan lain-lain…dan lain lain.


Hmm…who will be the most wanted? :)



T a m a T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar