Rabu, 18 Agustus 2010

Mutiara Yang Hilang Dulu, Jumpa Lagi…(3)




Di Ruang Rindu, Kita Bertemu

“Kepada para penumpang Yudha Express, dipersilahkan memasuki armadanya, karena bus akan diberangkatkan.” seru mulut TOA, penyambung lidah petugas Terminal Pati.

Akupun memungkasi forum Mak Ni Community, kemudian undur diri dan say goodbye pada Mas Ferdy dkk.

Kutuju bus hasil produk kerajinan tangan penggawa-penggawa New Armada itu dan segera kucumbui ekslusivitas “kamar pribadi” bagi para penyewanya. Memang terkesan mewah, anggun dan lebih privasi dengan adanya sekat partisi yang memisahkan ruang kemudi dengan kompartemen penumpang. Tujuh LCD 6 inchi dibenamkan di bawah bagasi kabin, berikut speaker merek Boston dan head unit Panasonic yang sanggup memutar DVD Player plus dilengkapi koneksi USB, untuk saling bahu membahu memanjakan passangers need yang haus akan hiburan audio visual. Tempat duduknya pun elegan dan bergaya, menggunakan sarung jok semi kulit yang adem dan sejuk saat menerpa punggung penduduknya. Sepertinya bus ini latah mengekor tren fashion interior bus-bus teranyar.

Pati : 17.04

PO Yudha Express berkode lambung YE25 mengawali kiprahnya. Sempat aku melongok dari balik kaca dinding pemisah, siapa tahu Mas Ferry yang bawa. Ternyata bukan.

Selepas Tugu Bumi Minatani, bus yang hanya membawa 9 “nyawa” berjalan biasa-biasa saja meski jalanan empat lajur itu lengang. Belum tampak gregetnya menyandang status bus malam.

Mendekati bottle neck sebelum kawasan industri Dua Kelinci, ada insiden kecil yang melibatkan Muji Jaya “Lily White” dengan sebuah light truck. Sepertinya, MD027 jurusan Pulogadung itu mencium pantat truk box tersebut.

Kira-kira 1 km di depannya, Nusantara boomel juga mengalami trouble sehingga penumpangnya terlantar di pinggir jalan, menanti armada operan. Dan selanjutnya di dekat pabrik kertas PT Pura, teronggok Scania Van Hool B 7168 IE milik Safari Dharma Raya, storing dalam perjalanannya menuju Denpasar.

Ah, terpikir untuk mencolek Mas Ferry lewat bantuan salah satu operator telekomunikasi.

“Mas, bagaimana kabarnya? Aku naik YE25 ini…”

Lama tidak ada jawaban. Sikap putus asaku membersit. Dunia bus itu terlalu luas, rasanya muskil bisa mewujudkan harapan suciku yang terkesan berlebihan. Aku harus mengubur kembali asa untuk berjumpa dengannya di kesempatan senja ini.

Di pertigaan lampu merah Ngembal Kulon, Kudus, pengemudi menghentikan laju keenam rodanya. Seseorang masuk melalui pintu depan dan tanpa basa-basi langsung membuka pintu partisi, dan dalam hitungan sepersekian detik menyapaku yang (sementara waktu) sedang duduk di kursi baris pertama.

“Mas Edhi…!!!”

“Haaa…Mas Ferry!!!” aku kaget tergagap, tak siap dengan situasi di hadapanku yang jauh di luar skenario. Rupanya, dia menyiapkan “a litle surprise” buat pertemuan dramatis ini dengan tak membalas SMS-ku.

Seantero alam akan berbaik budi kepada para penghuninya selama mereka menjunjung tinggi nilai persahabatan antar sesamanya. Aku dan Mas Ferry adalah manusia yang dipilih untuk men-haqqul yakin-i kebenaran “fatwa” tersebut.

Siapa sangka, dari pertaruhanku untuk mencicipi citarasa PO Yudha Ekspress, hingga ikhlas bersusah payah datang jauh-jauh ke Pati, Sang Pencipta menghamparkan karpet merah, sebagai permadani agung yang menjembatani kelekatanku dengan sahabat lama yang sekian waktu menghilang, Mas Ferry.

Ringroad Kota Kretek hingga Terminal Jati jadi ruang klangenan antara aku dan Mas Ferry. Ngobrol ngalor ngidul, laksana duo sahabat yang telah terpisah satu dekade.

Di tepian Sungai Wulan, saat bus menambah populasi jumlah penumpang di Terminal Kota Kretek, kusambung perbincangan dengannya. Ibarat narasumber yang berkompeten, kukorek sedalam-dalamnya “company profil” PO Yudha Jovie, yang bagiku masih sangat minim diulas di mimbar cangkrukan para buslovers.



Di sekeliling, ada penampakan yang mampu menyilaukan indra penglihatanku karena kedua obyek tersebut menjepit letak parkir YE25. Kemilau itu terpancar dari masa keemasan PO Shantika. Masing-masing Scania “termuda” dan Shantika Ijo Lumut, Hino RK8 Hi-Deck. Scania Scorpion King jilid II malam itu perdana nge-line sedangkan “keistimewaan” Si Ijo Lumut adalah livery-nya yang cuma beda 11-12 dengan Muji Jaya armada Rawamangun, menanggalkan sama sekali grafis pakem PO Shantika. Bahkan, slogan “The Five Star Bus”-nya pada panel “jepit rambut” bodi Muji Jaya dimirip-miripkan menjadi “The Style Five Star Bus”. Nada-nadanya, api eker-ekeran antar “tetangga lima langkah” bisa kembali tersulut. It’s wild world, Man…



Kudus : 18.55

Berbarengan dengan pemuncak waktu take off skuad Kudus-an, bus yang namanya diambil dari panggilan kesayangan sang owner buat kedua putranya, Yudha dan Jovie ini, juga dilepas keberangkatan oleh agen Kudus. Menyisakan sepuluh-an bangku yang nantinya diisi penumpang Demak dan Krapyak, Semarang.

Lagi dan lagi…kulanjutkan wawancandaku dengan Mas Ferry. Suasana yang mengasyikkan membuat kami berdua terlena oleh guliran detik-detik yang terus berlalu. Karena ada tanggung jawab dan panggilan pekerjaan yang lebih utama, Mas Ferry pun tersadar dan pamit mundur badan menuju kandang macan.

“Mas, nanti malam kita akan tempur. Saya harus jaga tubuh dan sekarang saatnya untuk beistirahat dulu…”

Demikian kalimat pemaklumannya.

Aku pun mengikuti jejaknya. Sesaat setelah The Black Bus menghentikan sabetan “Clurit” Harta Sanjaya di Tol Jatingaleh, aku memeluk kembali singgasana resmi, membaringkan diri sembari mengunggah bahagia sebab derita kerinduan setelah pencarian panjang selama 20 purnama paripurna di sini.

2 komentar: