Rabu, 17 November 2010

Gajah Kebayoran On The Move... (Bagian ke-3)


Lonceng waktu tepat berdentang di angka 14.35, ketika Sang Gajah yang baru tiga bulan mbrojol dari kandungan ini mengawali migrasinya. Dan joki yang mengekang kendali dipegang seorang bapak yang secara umur terhitung paruh baya.

Sebagai prolog, sesuai karakter gajah, bus berjalan glinak-glinuk. Dan itu didukung fakta, ketika Warga Baru 321 dan Bhineka “Dempa” tanpa susah payah melabraknya di km-km awal tol Cikampek.

Namun, pelan tapi pasti, torehan positif mulai dicatatnya. Sambil menikmati roti olahan Holand Bakery sebagai snack yang dihidangkan, kusaksikan Gardena Wisata B103 berarmor Galaxy EXL serta Warga Baru 461 didepaknya sebelum tersendat oleh proyek pembangunan gerbang tol baru Cikarang.



Tertib antrian pun dilakukan, sementara bus bumel Diana Utama Garut-Bekasi serta Hiba Utama Proteus ber-ID 125 seperti kesetanan menyusup di bahu jalan untuk menerobos kemacetan yang mengular.

Timangan suspensi OH 1526 yang masih kurang ramah bagi pinggang, tak bisa menghentikan serangan musuh kemanusiaan berupa kantuk. Jam begadang semalam kutebus dengan tidur pulas. Setelah terakhir melihat Tunggal Daya Purwantoro yang tengah mogok di km. 35, alam sadar ini terbang menghilang, berganti fantasi semu yang memabukkan.

Aku terbangun kembali ketika menapak daerah Sukamandi dan sesaat kemudian kres dengan OBL Denpasar, yang sedang memburu waktu untuk tiba sebelum senja di bumi Si Pitung. Rupanya, “lawan arah”nya adalah MB OH 1526 berkaroseri model “NN(?)” tempaan Adi Putro.

Mulai sinilah, kebenaran bahwa gajah adalah binatang lamban terbantahkan. Jangankan berlari, meloncat di tempat saja tidak sanggup, demikian penelitian pakar zoologi.

New Travego Series ini memutarbalikkan realita. Setali tiga uang dengan Setra Sprinter, kaki-kaki nan kekar bukan sekedar menuntunnya berlari, tapi sanggup membawa badan bongsornya melayang. Gas dibejek dalam-dalam, RPM dapur pacu digeber pada zona kuning (2200-2500), merefleksikan bahwa pengemudinya memang tampil trengginas dan all out.

Korban pertama yang sekaligus paling alot memberikan perlawanan adalah KE-554 Sumenep. Meski beda dua generasi, selisih daya hingga 50 tenaga kuda, tak menggaransi bahwa sekelas Intercooler akan gampang diredamnya. Gajah Kebayoran ngos-ngosan juga mengejar “pagupon doro” yang seolah jadi rambut sanggul Tante Karina, saat menyibak kepadatan lalu lintas yang dijejali angkutan berat. Barulah, di jalan lurus dan sepi, Ijo Celcius B 7736 WV dipaksa menyerah.



Selanjutnya, hanya camilan ringan yang dilahapnya. Yakni Harapan Jaya Galaxy AirS AG 7682 UR, sebelum OBL mengambil time out, menepi dari lapangan, rehat di Rumah Makan Taman Sari. Tak lama kemudian, disusul kompatriotnya, B 7788 BK, Sprinter kembaran B 7168 XT, yang mengisi trayek Banyuwangi.

35 menit kemudian, kemudi pun beralih. Kali ini, aku masih ingat betul siapa suksesor sopir pinggir. Dia adalah Pak Yongki, yang dulu kondang sebagai tandem Pak Tessy di armada Sprinter XT. Tentu gampang ditebak, bagaimana habitnya saat di balik lingkar setir. Driver balap sekaligus agresif pula.

Baru saja dalam upaya pencapaian kecepatan jelajahnya, wuss...wuss...disusul secara serampangan oleh Setia Negara 24 beriringin dengan Putra Luragung Sindang Laut. Dan pertarungan klasik antarpendekar Gunung Ceremai tersuguhkan. Dua-duanya saling ngeyel, tak mau ngalah dan sebisa mungkin menutup celah agar yang belakang tak punya kans untuk mendahului. Masing-masing kenek, ibarat mayoret yang didapuk sebagai tukang sapu jalan, dengan semangat 45 memberikan aba-aba kepada Pak Kusir sekaligus membersihkan kendaraan yang mengganggu laju bus yang dibawa koleganya.

Aku dan penumpang yang lain hanya jadi penikmat tontonan Tom & Jerry ala Pantura, meski endingnya harus berakhir di Pasar Patrol, saat keduanya menurunkan penumpang, dan Pak Yongki memanfaatkan keunggulan armada lintas pulau yang tak perlu mikir uang setoran lagi.

Bus yang “baru” berkilometer di bilangan 38.000-an ini pun unjuk agresivitas. Tunggal Dara Celcius B 7733 WV dan Bhineka berbadan Laksana Comfort dilumatnya. Di sisi berlawanan, deretan kendaraan tampak merayap hampir sepanjang 5 km, terganggu oleh proyek perbaikan jembatan di Kandanghaur.

Di atas rute Eretan-Arjawinangun, mangsa-mangsa pun bergelimpangan, ditombak ujung gading The Elephant ini. Kembali bus Tunggal Dara B 7214 PV, Kramat Djati Madura B 7956 XA, Sinar Jaya 2 WX, DMI 30Y, Bogor Indah Proteus B 7164 XA, Laskar Pelangi 90 VX, Luragung Jaya Setra Laksana serta Purwo Widodo AD 1546 FG disungkurkan.

Menggilas jalan bebas hambatan Palimanan-Pejagan, speedometer jarang terbaca pada skala dua digit. Seringkali kulirik jarum kecepatan, hanya bergeser di range 100-120 km/ jam. Cukup cepat dan harmonis pergantian rotasi kerja 6 silinder hingga aliran darahku berdesir dan nyaliku bergidik dibuatnya. Alhasil, Safari H 1615 BC, Maju Lancar AB 2775 AC Marcopolo Tri Sakti, Gajah Mungkur Integra, Bus Wisata Plat E (kurang jelas namanya), Pahala Kencana Jupiter trayek Banyuwangi, berikut Harapan Jaya Scania “Be Groovy” dibabatnya.

Sebelum perlintasan KA Pejagan, disempurnakan dengan mengasapi LE-420 Marcopolo dan Tri Sumber Urip model Galaxy.

Dan daftar menu yang disantap mesin berkapasitas 6.374 cc terus memanjang. Tak usah menghitung kendaraan non bus, cukup “ban enam” saja yang dijadikan bukti kedigdayaan Gajah Kebayoran.

Sahabat Panorama 2 E 7615 AB, Sedya Mulya kode 33, Harapan Jaya AG 7034 UR, Sindoro Satria Mas 210, Lorena Denpasar LE-610, Coyo G 1665 AA, Purwo Widodo powered by Volvo B7R dicaplok di ruas Klampok hingga SPBU Muri Tegal.

Giliran selanjutnya Gajah Mungkur Fajar VIP AD 1516 EG, Harapan Jaya 15 AG 7494 UR, Rosalia Indah 216 OH 1521, dan Sumba Putra Hino AD 1506 CG.

Jam 21.15, saat armada bertenaga 260 HP ini singgah di agen Terminal Pemalang. Menurut penuturan kru, pasar penumpang OBL di Kota Nasi Grombyang ini lumayan prospektif, khususnya untuk tujuan Mataram. Pantas saja, meski cuma menempati kios sederhana, namun agen OBL terlihat paling informatif dengan mencantumkan jam-jam keberangkatan jurusan Mataram dan Denpasar.

Tak sampai 10 menit, bus ber-GVW 15 ton ini “berlayar” kembali, dan kini tercecer dari parade bus malam yang tadi sempat disalipnya.

Tensi yang meluap-luap dan determinasi tingkat tinggi tetap diperagakan oleh Pak Yongki. Tanpa kenal lelah terus menghela kemelimpahruahan tenaga yang didukung teknologi Intercooler Turbocharger sehingga berhasil mengasapi Harapan Jaya AG 7555 UR dan Damri 3142 beregistrasi AB 7354 US.

Di Kota Batik, bus berhenti kembali, memunggut tiga lagi penumpang yang mengatrol load factor mendekati 100%, hanya mengosongkan nomor kursi #01 yang tak laku. Luar biasa memang, di saat PO-PO berjuang keluar dari fase paceklik, OBL tetap stabil dalam memenetrasi pangsa penumpang.

Nothing is perfect, tak ada apapun yang sempurna...

Setelah mencundangi “kawan-kawan main” di sirkuit Deandels, keperkasaan itu ada tepiannya. Justru di habitat sesungguhnya binatang Gajah, di jalan lama Alas Roban, dia gantian dijadikan bulan-bulanan dua pasukan Wonogiren, yakni Sumba Putra Sprinter Laksana dan Serba Mulya A.06. Gara-garanya, Euro III ini terlambat mengintip situasi lalu lintas depan yang terhalang konvoi truk-truk bertonase berat.

Mengutip semboyan “Jangan tukar nyawamu dengan waktu sedetik”, rasanya tepat bila dicamkan juga “Jangan abaikan waktu sedetik, karena yang lain akan menghabisimu”.

Beruntung, peluit akhir pertandingan belum berbunyi. Di balasnya kelakuan nakal mereka di trek lurus Gringsing, sebagai isyarat agar jangan menyepelekan kecepatan lari Elephas Maximus.

Di Ringroad Kaliwungu, susbtitusi driver tanpa menghentikan putaran roda bus diperagakan, persis yang dilakukan penggawa Akas Asri tempo kemarin. Menurutku, inilah aksi akrobatik sopir-sopir bus Indonesia yang tiada duanya di alam raya ini. Top…

Malam kian luruh dalam kegelapan. Langit teduh berselimutkan permadani pekat. Dewi malam menebar senyum pesona padaku, mengerlingkan sudut matanya sebagai bahasa kemesraan untuk mengajakku bergumul badan dalam bilik peraduan. Lidahku tercekat dipameri lekuk indah tubuh yang bersembunyi di balik keanggunan busana tipis terawang.

Sungguh, tak kuasa aku menolak bujuk rayunya. Kelopak mata ini mengatup rapat, tatkala usapan lembut jemari lentik menerpa kulit punggungku. Hasrat bercinta semakin menyesak dada saat kuhirup aroma harum semerbak bunga-bunga cinta yang dihembuskan olehnya. Desah nafas kian memburu, saat bibir merah merekah menempel di ujung telingaku, seraya berbisik “Reguklah aku demi menuntaskan dahaga kasih asmaramu, Arjunaku…” (Hayah…mau cerita tidur molor saja pakai lebay-lebay-an segala?)

Tet…tet…tet…

Rentetan suara klakson itu sontak menutup layar mimpiku. Ugh, sialan…

Bus tak bergerak sama sekali. Kukucek-kucek mata untuk memastikan posisiku sekarang. Di depan, truk-truk berhenti, menutup dua jalur beralaskan aspal hitam nan mulus. Aku hafal, pasti lingkar luar Kota Demak.

Kuedarkan pandangan ke samping, lhadalah…ada HT 614. Wah, jangan-jangan ini Pahala Kencana Jember, favorit Pak Didik SS, yang populer aksi ngejosnya itu?

Ada apa gerangan, kecelakaankah?

Ngeng…ngeng..ngeng…Deru knalpot sepeda motor riuh terdengar. Ya ampun, jalan penyangga perekonomian nasional ini dijadikan arena balap liar para ababil (istilah untuk ABG labil). Edan!!!

Berani-beraninya mereka merintangi pengguna jalan yang memang punya hak penuh untuk memanfaatkan keberadaan properti negara ini. Kemanakah engkau Pak Polisi? Sudah tak adakah pranata hukum dan pewenang keadilan di bumi pertiwi ini? Semuanya melempem. Seolah tanah ini negeri tak bertuan.

Kepada siapa lagi harus mengadu?

Barulah 5 menit kemudian, host acara track-track-an tengah malam memberi haluan kepada kendaraan untuk lewat. Dan kibaran bendera yang digenggamnya seakan jadi lampu hijau untuk lomba adu sprint antara Gajah Kebayoran vs Ombak Biru. Armada gres tidak pernah berbohong. Proteus itu tertinggal, tak mampu mengimbangi daya sembur mesin OM-906LA nan powerfull.

Sayang, OBL harus minggir karena kehausan dan menenggak cairan ber-cetane number 48 dari “waduk solar” Wono Ketingal, yang masih satu wilayah dengan markas PO Nusantara, Karanganyar. Diberikannya waktu 20 menit kepada para penumpang untuk sekedar melepas penat atau melepaskan hajat biologisnya.

Di penutup etape, antara Kudus-Rembang, “belalai Gajah” masih sempat mengaspirasi rasa laparnya. Lagi dan lagi, Karina Madura dan satu bus bumel Sinar Mandiri Mulia “Big Boss” ditelannya. Dan hampir saja, PO Ezri G 1504 AA Setra Morodadi Prima yang lekat dibuntuti mulai dari Kaliori juga ditumbangkannya sebelum aku menghentikan upayanya karena Pantai Kartini, Rembang, sudah tampak bentuk rupanya. Dialah area penanda bahwa aku bersiap-siap untuk lengser dari singgasana “satu malam”.

Pukul 01.55 atau 11 jam 20 menit, durasi yang dibutuhkan untuk mendekatkan jarak Rawamangun-Rembang. Not bad…

Berkaca pada perjalanan-perjalananku bersama Gajah Kebayoran, baik Sprinter, V-engine B 7168 MK maupun Neoplan “NR”, semuanya bergenre streetfighter dan greget dalam berlaga di jalan raya. Meski aku bukan penyuka kecepatan semata, namun trip bersama OBL, Safari Dharma Raya atau Gajah Kebayoran selalu menjadi “kemewahan” yang menggairahkan untuk dikenang, bahkan pula untuk diulang, diulang dan diulang.



Jadi, siapa yang masih sangsi bahwa Gajah pun sebenarnya bisa berlari?

-- The End --


6 komentar:

  1. Nice artikel mas,,saya selalu suka caper2nya mas didik.

    Jadi pengen naik OBL,,,sudah hampir 20 tahun lebih belum pernah nasik gajah ini,,

    Wajib dicoba nih kayanya

    Salam

    BalasHapus
  2. great story mas....salam kenal

    BalasHapus
  3. OBL Scania Van hool sudah pensiun dr rute Jakarta - denpasar kah ?

    BalasHapus
  4. Walah... pengen aku... wis suwe ora kentul-kentul... ^_^

    BalasHapus
  5. OBL NR & SW kemanakah ya kang ???

    BalasHapus