Rabu, 17 November 2010

Ngunduh Mantu


“Pa, besok ibu ada undangan acara pernikahan. Bagaimana kalau kita yang datang mewakili?” rayu istriku pada Jumat siang, tepat sepekan setelah Hari Idul Fitri. Ibu mertua sendiri memang lagi tak ada di rumah, lantaran semenjak H+1 merayakan lebaran di kampung halaman beliau, Padangan, Bojonegoro.

“Memang siapa yang punya hajat, Ma?” balasku balik bertanya dengan nada malas-malasan. Maklum, kesannya kok mendadak ngasih tahunya. Masalahnya, Sabtu besok aku terlanjur punya rencana mengumpulkan anak-anak muda, yang kukaryakan untuk membantu proyek “bersih-bersih” pondok tinggalku.

“Bu Munis, teman muslimat* Ibu. Itu lho Pa, yang punya toko kitab, pigura dan kaligrafi di seberang agen Nusantara, Rembang” jelasnya.

(*Muslimat : organisasi bidang kewanitaan Nahdhatul Ulama)

Aku hanya diam. Kurang merespon apa yang dimaui pendamping hidupku itu. Toh, kalau sekedar “kehadiran” pan bisa nitip, batinku.

“Pa, kabarnya besan Bu Munis juragan bus di Jepara lho…” pancing istriku lagi, agar aku tertarik dengan tawarannya.

“Oh iya? Bus apa, Ma?” sergahku bersemangat, gairahku menyala laksana bensin tersambar api. Wow, dasar busmania ya?
“Mana aku tahu. Kan Papa yang lebih tahu soal bus…” kilahnya.

Hehe…aku lupa, istriku bukanlah busmaniatun, ngertinya bus ya cuma Nusantara dan Pahala Kencana.

“Undangannya mana, Ma?” pintaku bergelora. Siapa tahu, dari lembar undangan, tersirat “PO” apa yang diunduh mantu oleh keluarga Bu Munis.

Disodorkannya sehelai kartu berlatar warna hitam pekat. Kubaca perlahan-lahan isinya dari aksara permulaan hingga akhir. Kupandangi pula foto-foto pre-wedding mempelai berdua.



Ah…tak ada petunjuk yang nyata, selain alinea :

Telah menikah putra-putri kami :

H. Ahmad Nahidl Silmy, Lc (Putra Bapak H. M Ridlwan Muslich-Rembang)

Dengan

Hj. Analisa Indasah, S. Ked (Putri Bapak H. Kholil Ridwan-Jepara)

Akad Nikah :
Hari Ahad, 8 Syawal 1430 H/ 27 September 2009 M
Pukul : 14.00 WIB
Bertempat di Troso-Pecangaan, Jepara.


Rupanya, ijab kabulnya hampir setahun yang lalu, dan pestanya baru dihelat sekarang.

Hmm…kira-kira PO apa ya? Dalam catatanku, ada beberapa PO dari ranah bumi Jepara. Tetapi yang mana? Muji Jaya, Shantika, Bejeu, Senja Furnindo, Yudha Jovie, Jepara Indah, atau....

PO Jepara yang punya truk pun banyak. Bisa Muji Jaya, Senja Furnindo, atau Bejeu. Masih terlalu melebar alternatif jawabannya.

Kalau menilik latar warna kertas undangan hitam pekat sepertinya sih Bejeu.

Nama H. Kholil Ridwan pun asing bagiku. Dia big bos PO apa ya?

Jangan-jangan alamat tempat ijab kabul dilangsungkan bisa jadi petunjuk? Tapi PO apa yang bermarkas di Pecangaan?

Ah, aku bingung karenanya. Sabar ah, tunggu jawabannya besok di TKP.

Sabtu tengah hari, aku, istri, putri sulungku serta ibu-ibu muslimat tetangga rumah yang juga mendapat serat uleman, bareng dalam satu mobil menuju Balai Kartini, Rembang, tempat resepsi dilangsungkan.

“Itu benar Bulik, besannya Bu Munis pengusaha angkutan bus?” tanyaku pada Bulik-ku, yang jaman dahulu pernah satu pesantren dengan Bu Munis, saat dalam perjalanan.
“Benar Mas Didik. Dengar-dengar punya bus belasan, belum lagi truknya…” terangnya yang semakin meyakinkanku.
“Itu cerita pertemuan pengantin pria dan wanitanya bagaimana, Bulik?” kucoba telusuri kisah perjodohan mereka.
“Ketemunya di tanah suci Mas. Kan Mas Nahidl kuliah di Madinah, jadi pas senggang kadang-kadang mengisinya dengan ibadah umroh. Dan satu saat, Mbak Lisa kebetulan juga lagi umroh. Awalnya berkenalan, terus akrab, sama-sama suka, ya sudah... akhirnya berlanjut hingga menikah,” papar Bulikku, ”Nah, kenapa baru sekarang diramaikan, karena menanti Mas Nahidl selesai ambil S2-nya dan Mbak Lisa menunggu pengangkatan jadi dokter.”

Ck…ck…ck…hanya decak kagum yang bisa aku sanjungkan. Begitulah “legitnya” jadi putri boss Perusahaan Otobus. Masih muda sudah mendapat gelar Hajjah, kerapkali menjalankan umroh dan tentu saja, pencapaiannya menggayuh profesi sebagai seorang dokter.

Demikianlah adanya garis hidup seseorang, masing-masing memiliki alur yang berbeda. Soal manis getir, suka duka, senang susah, untung apes, sukses gagal itu hanyalah persepsi dari kita pribadi dalam memaknainya.

Tapi, tetap saja rasa penasaran itu berkecamuk memperkeruh alam pikiranku sebelum mendapat titik terang. Tabir misteri itu terus saja mengusik level pengetahuanku selaku busmania untuk menyingkap jawaban tentang sosok mempelai wanita, Mbak Analisa Indasah aka Mbak Lisa.

Sebenarnya, dia "putri kerajaan" PO apa ya?

Saat memasuki gedung resepsi, aku masih mengantongi jawaban PO Bejeu, sembari mengendus-endus jawaban pastinya. Siapa tahu, ada “ubo rampe” yang menonjolkan sisi satu PO tertentu. Entah motif dekorasi ruangan, merchandise tamu, atau ucapan lewat karangan bunga. Siapa tahu juga, ada hasil bisik-bisik dengan sesama undangan tentang sosok Pak Kholil atau si “MC” menyinggung sedikit tentang profil keluarga besan Bu Munis itu.



Ternyata nihil, sampai acara selesai, tak ada satu petunjuk pun tentang PO yang dimaksud.

Justru, kutemukan kunci jawaban yang tepat saat kususuri area parkir Balai Kartini, yang terletak persis di samping Kantor Bupati Rembang.





Oalah...ternyata oh ternyata, PO Senja Furnindo tho?

Berkat alat bukti ini, aku pun mengoreksi jawaban PO Bejeu dan berganti haqqul yakin, bahwa Mbak Analisa Indasah adalah “putri mahkota” kerajaan Senja Furnindo.

1 komentar: