Jumat, 18 Januari 2013

Rukun Agawe Bubrah (4)

04.45


“Waduh…solar masuk angin!” kucuri dengar gumaman sopir tengah.


Sido Rukun minggir, dengan sigap ketiga kru berusaha melakukan penanganan darurat. Sementara sebagian penumpang pria mendadak menciptakan toilet panjang, berderet paralel membuang isi kandung kemih di tepian jalan.


Melihat seorang Bapak menenteng tas punggung sambil terus mengamati angkutan dari arah timur, aku pun meng-copy paste idenya.


“Lebih baik lanjut bus Cirebonan!. Terlambat kerja itu pasti, tapi jangan kebangetan hingga tengah hari.” demikian spekulasiku daripada menanti perbaikan tanpa kejelasan durasi. Ini baru daerah Kertasemaya, jarak ke Jakarta masih jauh, Bung!


Sayang, Putra Luragung ‘Koncara’ gagal kami hentikan karena posisi sedang nge-loop di trek yang lurus dan lapang. Kandas pula impianku untuk icip-icip citarasa armada-armada Bumi Kasepuhan.


“Ayo…naik…naik. Berangkat lagi!” Tak sampai 30 menit, troubleshooting itu kelar dan aku pun kecele.


Konsisten dengan gaya slow motion, bus sapu jagat-nya Muriaan dari Pulogadung ini kembali terseok-seok dari persaingan.


Pasukan kesiangan yang lain melesat cepat, berburu waktu sesingkat-singkatnya untuk mencapai wilayah ibukota.  Berturut-turut Aneka Jaya Proteus, Madu Kismo RK8, Rosalia Indah dengan nomor lambung 224 dan 374, Dieng Indah non AC, serta PO Sumanto Banyakprodo Putra menelantarkannya.


Di Losarang, terlihat aksi solidaritas tanpa pamrih ketika PO Limas yang tengah berkutat dengan engine failure dibantu oleh kru bus Putra Luhur.


07.05 


SPBU 34.41230 yang berlokasi di Pusakanegara disinggahi, me-reload bahan bakar yang mulai menipis, berbarengan dengan Kuda Tulungagung yang diwakili armada AG 7838 UR. Di area parkir, sedang leyeh-leyeh Gunung Harta Seri D, dengan stiker Green Bus Community yang tertempel di pintu kokpit.


Dari timur, telaters terus berduyun-duyun lewat seolah tiada henti. Tercatat Sumber Alam AA 1512 FL, Neo Sari Indah, Pahala Kencana Bojonegoro-Kalideres, Mulyo Indah Galaxy Exl, Rosalia Indah 244, Bejeu B13, Jaya AE 7158 US dan Tunggal Daya Travego ala body builder Tri Sakti.


“Yang turun Bulus siapa saja?” tanya Mas Kenek setengah berteriak menyensus penduduknya. Ada sekitar enam atau tujuh penumpang yang menyatakan diri turun di selatan Jakarta.


Dari hasil pembicaraan telepon kru dengan kompatriotnya, ada wacana untuk mengoper penumpang Lebakbulus dan Sido Rukun-ku langsung mengarah Pulogadung tanpa perlu wisata kemacetan di ruas jalanan ibukota. Rencana tinggal rencana, teman satu pul itu sudah unggul jarak, leading jauh di depan, tepatnya di km 62 Tol Cikampek. Sementara bus dengan livery pesona bangunan-bangunan tua di  Indonesia ini baru menggilasi aspal daerah Pamanukan.


“Ini ke Pulogadung dulu kan, Pak?” Satu orang penumpang mencoba make sure tentang jalur akhir yang akan dijelajahi.


“Iya…Pulogadung, Mas!” simpul asisten driver itu, yang dalam poin pengambilan keputusan berdasar asumsi bahwa Pulogadung adalah suara golongan mayoritas.


Sarujuk alias setuju dengan pertimbangannya. Aku bersorak…


Barisan busvora seakan datang dan pergi. Bus ini kembali jadi santapan Raya AD 1498 CG, pelat merah Damri, Kramat Djati Old Tourismo, Gunung Harta DK 9140 GH dan si Golden Dragon N 7580 UA, Sumba Putra nomor punggung 11, GMS ‘The Flash” serta Pahala Kencana Nano-Nano K 1714 B. Lalu dipungkasi oleh keroyokan oleh Sumber Alam ‘Wangi’ dan Sumber Alam AA 1728 xx.


Pangulah berubah menjadi pangkal kemacetan akibat pertemuan arus kendaraan yang mengarah/ keluar ke/dari ibukota di Simpang Jomin. Tanpa perlu kerja keras, Sido Rukun memplot Rosalia Indah 324 sebagai kapal pandu untuk berkelit dari keruwetan lalu-lintas, dan selanjutnya memilih gate in Dawuan sebagai lorong terang untuk mencapai Tol Cikampek-Jakarta.


Hikmah yang didapat dari jam kesiangan adalah bisa merasai apa yang dimaksud dengan jalan bebas hambatan dalam artian yang sesungguhnya.


Angkutan massal yang berkantor di alamat Jalan Seroja V No. 14, Semarang, ini mulai panas dan menggigit. Daya gedor mulai meluap, agressivitasnya sedikit demi sedikit tampak. Banter untuk level setir seukuran tampah.


Hanya Bejeu B20 , Shantika ‘Sukun’ H 1632 DA serta AO-Transport Laksana Comfort yang kuasa menyalipnya, masing-masing di Km 39, 17 dan 13.


09.03


Dalam kondisi terkantuk-kantuk, aku mengindikasikan sikap plin-plan terkait pengeksekusian planWho is the First; Pulogadung or Lebakbulus?’. Menjelang percabangan Cikunir, bus malah berada di jalur kiri, bukannya pasang ancang-ancang untuk lurus mengarah Jatibening.


Lha, kan  benar…


Dengan tampang innocent, juru mudi ingkar dari rencana semula dengan memasuki area Tol JORR Cikunir-TMII. Alasannya, bus ini tem-tem-an sore Pulogadung, ribet dan memboroskan andai rute yang ambil Pulogadung-Lebakbulus-Pulogadung.


Wis jan, Rukun agawe bubrah, Rukun membikin kacau-balau…


Para penumpang, tentu termasuk pula aku, yang terlanjur kesal karena time of arrival dipastikan kelewat molor semakin tambah meradang. Bahkan ada yang me-riquest paksa untuk turun di exit Pasar Rebo dan Ragunan, namun tak sekalipun digubris oleh kru.


Unloading segelintir sewa diselenggarakan di kompleks terminal yang bertetanggaan dengan stadion kebanggaan Tim Macan Kemayoran, Persija, bersamaan dengan kedatangan Pacitan Jaya Putra model Genesia dan Harapan Jaya 11, Magetan-Lebakbulus.


IMG00153-20130107-0955


11.10


Setelah hampir 1.5 jam khusyuk menekuni kemacetan di Jalan Ciputat Raya, Tol Fatmawati dan simpang susun Cawang,  bus malam yang pernah jadi favorit kaum komuter Muria-an di era 90-an ini kuakhiri kiprahnya di depan kantor Gudang Garam, Cempaka Putih.


Mpfuhh…getir, manis, asam, serta pahit rasanya bergumul dalam kabin ekonomi selama 18 jam!


11.45…accepted


Itulah display penanda waktu yang terpampang di mesin pemindai kehadiran tatkala kulangsungkan prosedur absensi bermetodekan kesesuaian sidik jari. 3 jam 45 menit yang kutilep dari masa kerja normal 8 jam.


Tentu tak ada yang perlu dirisaukan tentang pemangkasan tunjangan transport di penghujung bulan yang kerap menjadi tumbal ketidakdisiplinanku.


Namun, ada yang jauh lebih berharga dan bermakna dari sekian rupiah yang bakal kena amputasi. Setidaknya aku lulus ketika berhasrat menggoreskan arsiran baru dalam warna ritual mingguanku. Semoga yang demikian bisa mengikis kebosanan dan kejenuhan yang membekapku belakangan ini, dan sekaligus menumbuhkan kembali semangat ‘hot sensation on the bus’, mencumbui bus itu selamanya mengasyikkan.


Meski untuk hajatan itu, kali ini aku kudu menebusnya dengan acara ‘pecah rekor’ bus paling siang masuk Pulogadung dan finally…kulayangkan sapaan perdana, “Selamat Dhuhur, Jakarta!” pada ladang pencaharian nan menafkahi.


IMG00143-20130106-1640


-Tamat-

3 komentar:

  1. Wah, wonten tamu agung. Sugeng rawuh Pak Jup. Taksih aktif 'njebur' wonten blog wordpress nggih, Pak?

    BalasHapus
  2. ini mah raja molor... enakkan po.aneka jaya tepat waktu

    BalasHapus