Kamis, 07 Februari 2013

Almost Unreal (1)

Almost Unreal (1)


When Pahala Kencana Trapped into Alas Bonggan, Todanan 


Berita yang dibeberkan Mas Bayu Tri ke sidang milis bismania@yahoogropus.com, yang dikutip dari forum BlackBerry Messanger (BBM) BMC Jateng Utara, sungguh-sungguh menggegerkan, meletupkan kehebohan, bikin gempar, dan naga-naganya membidani lahirnya ragam opini, seteru pendapat, sengketa pemikiran, serta pro dan kontra dalam menanggapinya.


Merinding membaca status Pak Guru SoloMerinding di tengah malam, setelah menelepon Mas Ibnu Soetowo (member Bismania Community dari Todanan, Blora-pen).


Satu armada Pahala Kencana & dua truk semen mengalami musibah mistis di hutan daerah Todanan, Blora. Tiga kendaraan ‘tau-tau’ berada di tengah hutan jati, di pucuk pegunungan.


Dari olah TKP, tidak ada jejak roda sehingga kemungkinan ‘digondhol’ penunggu Hutan Todanan. Peristiwanya terjadi pada Rabu malam, pukul 02.30. Evakuasi sulit dilakukan karena bus dan truk berada di antara pohon-pohon jati. 


Menurut paranormal setempat, ketiga armada tersebut beruntung karena mendengar kokok ayam. Seandainya tidak, para penumpang berikut tiga kru tidak akan pernah kembali ke dunia beserta armadanya.


Awalnya, bus jurusan Jakarta-Madura baru saja lepas dari Kota Juwana. Karena ruas Juwana-Rembang macet oleh adanya perbaikan jalan, sopir mencoba lewat jalur alternatif. Sesampainya di pertigaan Jaken (wilayah Kabupaten Pati bagian selatan), dia merasa seolah-olah di depannya adalah Jalur Pantura. Namun nahas, ternyata jalan yang dia maksud malah mengarah ke Kabupaten Blora. 


Yang dilalui merupakan jalur desa, sementara sopir merasa melewati Jalan Pantura. Ternyata dia ‘diarahkan’ ke arah hutan Gadogan, di mana hutan ini berada di Desa Kedung Bacin Kec. Todanan Kab. Blora. Perlu diketahui, wilayah ini merupakan daerah pegunungan hutan jati. 


Entah kenapa saat mau mendahului truk yang berhenti di sebuah tanjakan, kernet mencoba menahan sopir agar truk selesai menanjak terlebih dahulu. Setelah truk berhasil, bus pun mencoba naik namun ban belakang justru selip, dan mundur. Kemudian terdengar suara benturan. 


Kernet seketika turun dan mencoba memeriksa keadaan. Setelah melakukan pengecekan bersama sopir, mesin mendadak mati. Seketika mereka kaget, karena di sekitarnya yang dilihat adalah jajaran pohon-pohon jati. Setelah berjalan mengitari sekeliling bus, barulah disadari bahwa mereka berada di tengah hutan. 


Dan kernet mencoba membangunkan penumpang yang berjumlah 33 orang. Semua panik, sopir hanya bengong. Selama empat jam di tengah hutan, tiada lampu penerangan. Sekitar pukul 06.30 WIB, kru mencoba mencari pemukiman warga dan meminta pertolongan. 


Kemudian warga melapor kepada lurah setempat dan kemudian menindaklanjutinya ke Polsek Todanan. Aparat kepolisian turun langsung ke TKP. 


Namun apa boleh buat, mobil patroli tidak bisa masuk ke lokasi karena aksesnya berupa jalan setapak/ jalan ternak. Hampir lima jam bus dan truk terdampar di sana. Mekanik Pahala Kencana yang didatangkan dari pul Kudus juga kaget melihat posisi terakhir busnya. 


Sekitar jam lima sore, bus bisa dikeluarkan dengan cara memotong sebagian pohon dan memapras tanah agar jalur lebar dan bisa dilewati bus dan truk. Pukul 18.35 WIB,  armada bisa dibebaskan dan dibawa ke jalan desa.”


Pahala-Kencana_Bus


Truk_Semen_BloraWowunbelieveable!


Dahiku berkernyit usai membaca. Akal terbata manakala menelaah kalimat per kalimat. Nalarku sulit menjangkau untuk sekadar urun kebenaran akan kevalidan kabar irasional yang demikian. Sebagai manusia yang hidup di era hyper modern, sontak logika ini ditantang untuk menjelaskan secara ilmiah bagaimana fenomena ganjil bisa menimpa bis dan dua truk, sehingga terdampar di daerah yang baru pertama kali ‘diperawani’ kendaraan besar lagi lebar itu?


Berbekal sedikit pemahaman tentang geografis alam Pati kidul wetan atau penjuru barat daya Kabupaten Rembang -- tatkala zaman berseragam putih abu-abu aku pernah menjelajahinya saat tandang ke rumah teman-teman sekelas yang tersebar di daerah Batangan, Jaken, Sumber dan Kaliori --, aku pun hanya kuasa berandai-andai mengilustrasikan rute ketersesatan ketiga kendaraan ban dobel tersebut.


Kesimpulanku, pasti dan pasti… di ‘lorong gelap’ itulah mereka terjebak dalam pusaran ‘mesin waktu’.


IMG00623-20121018-1313


“Di dalam sana itu daerah hitam, Dik. Kalau tak ada keperluan penting, tak usahlah pergi ke sana. Cari penyakit!” demikianlah nasihat salah satu kawan SMA-ku kala itu, menunjuk satu jalan ke rimba yang sepi dan seolah tak bertuan. Pepeling itu seakan menyembunyikan kemisteriusan areal hutan jati dan ‘bukit barisan’ Kendeng Utara, yang membujur dari wilayah Pati, Grobogan, Blora, Rembang, Tuban dan berakhir di Lamongan.


Dalam benak remaja sweet seventeen yang naif dan masih ijo, aku pun manggut-manggut, kutelan mentah-mentah larangan yang jelas-jelas absurd dan ku-haqqulyakin-i saja omongan karibku. Kupenuhi pamali itu, hingga belasan tahun kemudian kulanggar juga gara-gara tergelitik rasa penasaran untuk mencari jawab, mengapa obyek yang aku interest-i, -- bus --, bisa-bisanya kelayapan ke dalam area kelabu itu.


Jujur saja, aku juga bakalan keder jikalau nekat sendirian ke sono. “Lebih afdal berjamaah,” pikirku. Satu orang penakut, meski ditemani satu orang penakut, niscaya berdua jadi pemberani. Itulah premis yang jadi dalih pembenarku untuk nyari makmum.


Beruntung, waktu menunggu keberangkatan HR-47 Haryanto di Terminal Rawamangun, aku bersua Mas Yeremi Adi, yang kebetulan juga pulang ngetan dengan PO yang sama, namun beda armada.


Dari obrolan singkat dengan Pujangga Parakan, aku pun rasan-rasan, menawarkan diri sebagai host event turing mistis. Dan aku pun berharap, bukan hanya dia yang ‘mendaftar’, syukur-syukur dapat menggandeng rekan-rekan penggemar bus yang lain.


Bak gayung bersambut, ajakanku tak bertepuk sebelah tangan. Meski masih tentative, tercatat Mas Choirul Arifin, Mas Ponirin, Agus Yulianto, Mas Priya, Yuanito Bayu dan WAG’s-nya, Miss Sera, Koh Hary Intercooler feat GPS-nya, menyatakan siap bergabung.


----


“Mas, kalau Bayu dan Agus tiba di Rembang di atas jam sembilan, kita urung saja ke Todanan!” kesahku skeptis kepada Mas Ponirin dan Mas Yeremia, saat dua sejoli itu aku gelandang untuk menikmati sarapan sate srepeh di kawasan Pecinan, Gambiran, pada Sabtu pagi (7/7).


Berdua adalah anggota kloter pertama yang berlabuh di Kota Rembang lantaran start take off-nya dari jarak paling dekat, Jogjakarta. Dari tutur cerita, semalaman mereka mengekspresikan gairah malam dengan mengais sisa-sisa keganasan Sumber Kencono, bersafari bersama Royal Safari ke Semarang, dan dipungkasi acara bernostalgia naik PO Indonesia menuju bumi Dampo Awang.


“Mengapa, Mas?” tanya Arjuna Wirobrajan yang sedang mencari cinta itu penuh ketidakmengertian.


“Waktu kita sangatlah sempit, Mas. Dari sini menuju Kedung Bacin, setidaknya butuh dua jam. Praktis, waktu yang tersedia bagi kita hanya empat jam-an, karena pukul setengah dua kita mesti berkumpul di agen Garuda Mas, Blora.” kilahku saat kami bertiga duduk lesehan mencicipi kuliner sate ayam bercita rasa khas pesisir itu.


“Kita harus cermat mengatur waktu.” imbuhku.


Kecemasanku cukup berdasar.


Satu jam yang lalu, si gibol, Bayu dan Sera, yang tengah di dalam kabin Pahala Kencana Super Eksekutif dan jejaka berjuluk Alay yang lagi bermesraan dengan Mas Sulikan, driver HR-51 Redbull, sama-sama mewartakan baru menapak Kota Pati.


Adalah pengecoran badan jalan antara ruas Juwana-Batangan yang jadi akar kerisauanku. Kondisi lalu-lintas sulit diprediksi, tak gampang ditebak soal flow-nya. Bahkan, beberapa hari yang lalu, sempat stagnan lama dan butuh tiga jam untuk mengarunginya. Parah bin akut…


Inilah yang aku takutkan pagi ini bakal terjadi, walaupun dua atau tiga jam yang lalu, saat duet Santoso Lover dan Sumber Alam Lover mengaspalinya, terbilang ramai lancar.


But…it’s our lucky day. Dewi Fortuna rupanya berpihak pada kami. Tepat jam 08.00, datang rikues yang hampir berbarengan dari Bayu dan Agus, agar aku menjemput mereka di Terminal Rembang dan Taman Kartini.


Yup…meski mepet, aku harus berani berspekulasi agar tetap menggelar pelesir dunia supra-natural ke Alas Todanan. Tak akan kusiakan-siakan jerih payah, perasan keringat serta terkurasnya isi dompet mereka, yang datang jauh-jauh dari ‘negeri seberang’.


Sate sebanyak 70 tusuk dalam sekejap pindah ke dalam rongga pencernaan. Diseling bincang-bincang ringan, kami berenam menyusun alokasi waktu, memetakan jalur, serta menggarap draft sederhana tentang rundown acara yang bakal kita lakoni setengah hari ke depan.


Rembang-20120707-01242


 Sayang sejuta sayang, ‘pakar ayam goreng’ dari Mojoagung mundur dari rencana semula demi alasan yang tidak bisa aku ganggu gugat.


Pun dengan penggawa harian Tribun News, juru tinta berinisial CA. Andai beliau dapat turut serta, tentu aku tak bakal diplekotho tamu-tamuku untuk menulis cerita keisengan dan keingintahuan kami yang menggebu-gebu terhadap musibah mistis serta sarat aroma klenik itu.


Padahal aku sudah ambil ancang-ancang, andai yang ngikut lebih dari tujuh orang, hendak kusewakan Colt pick-up bak terbuka. Hehe…


“Ayo, berangkat. Tak usah buang-buang waktu!” ajakku membuyarkan keasyikan leyeh-leyeh menghirup kesejukan udara pagi, saat jarum jam menunjuk angka 08.45.

2 komentar:

  1. Lapor Mas Didik, Pahala Kencana secara resmi telah mulai mengaspal Jalanan Wonogiri. Berangkat dari bumi po SARI GIRI. Yaitu Jalur Praci - Jakarta

    BalasHapus
  2. Wow...good news, Mas Sugiarto.
    Meski jalur Wonogiri sudah penuh sesak oleh beragam PO, ternyata masih dianggap pasar potensial oleh PO sekelas Pahala Kencana.
    Semoga kiprah Pahala Kencana di jalur ini lestari dan terus menangguk untung dari pasar yang diciptakannya.

    Tengs atas sharing beritanya.

    BalasHapus