Selasa, 26 Mei 2009

Ada Cerita dari Balik Gubuk Derita (1)

Dret…dret…dret…nada getar HP-ku aktif. Pasti dari agen Tri Sumber Urip (TSU), pikirku. Segera kupelankan laju roda duaku untuk menepi dan berhenti.


 


“Halo…”,


“Mas, bisnya sudah menunggu. Sudah sampai mana?” suara seorang ibu-ibu di ujung telepon.


“Tunggu sebentar Bu, 5 menit lagi!”


 


Let’s get the beat! Segera kularikan motor menuju Terminal Rembang, karena aku mesti berpacu dengan waktu agar tidak ketinggalan bis.


 


Dret…dret…dret…”dia” bergetar kembali. Kuberikan gadget jadul ini ke istriku untuk menjawabnya, sambil tangan kananku terus memelintir putaran gas.


 


“Mbak, tolong ditunggu. Ini sudah mau masuk terminal”, terdengar istriku memohon agen untuk bersabar.


 


Ugh, jam pemberangkatan di tiket tertulis jam 17.00. Mengapa agen mesti terburu-buru, padahal jam digital di Sony Ericson-ku baru  menunjuk angka 16.40


 


Masuk pelataran terminal Rembang, langsung kutemui agen untuk meminta nomor bis dan kupon makan.


 


“Mas ini bisnya, cuma ACnya lagi problem. Nanti akan diperbaiki di Semarang!”, jelas si agen memohon pengertianku.


 


Ya ampun, seketika segala ekspekstasi dan angan-anganku runtuh melihat sosok bis di hadapanku. Dari rumah berharap si ‘Pinky’ Morodadi Prima atau Tentrem yang nge-line, ternyata Marcopolo Tri Sakti yang kudapat. Memang, untuk mesin mengusung MB OH 1521 Intercooler. Tapi dilihat dari bodi, bis ini layak dipensiunkankan dari garis orbit bis malam.  Dempulan banyak yang terkelupas, tumbuh karat di permukaan bodi, cover kondensor AC hampir “terbang”, ban belakang vulkanisiran sehingga lapisan karetnya hendak lepas dan ih…kaca samping model kelas ekonomi yang bisa dibuka tutup. Gambar dunia bawah laut nan eksotik tak bisa menyembunyikan wajah bopeng armada ini.


 


Ini bis apa? Batinku tidak habis pikir. Selama menjadi pemudik mingguan Rembang-Jakarta, inilah bis berbodi terjelek yang pernah aku naiki. Hiks…


 


Kulihat kenek sedang membuka kap mesin.


Marcopolo-TS (2)


 


“Ada apa Pak?” tanyaku kepada sopir yang berdiri di belakang bis.


“Dinamo ampere bermasalah, Mas.”


 


Duh Gusti, derita apa lagi ini? Sudah AC megap-megap, mesin kurang meyakinkan. Mampukah bis ini melenggang hingga ke Jakarta?


 


Perlu 15 menit untuk perbaikan, dan bis pun siap diberangkatkan. Kujejakkan langkah pertama ke dalam kabin. Deg, serasa naik bis ekonomi. Interior begitu kusam, kursi buluk, TV 21’ hanya penghias semata, tanpa selimut, asap rokok menyebar di langit-langit, bau tak sedikitpun tercium wangi dan AC melempem untuk menyemburkan hawa dingin.


 


“Ya Allah, inikah balasan yang mesti kuterima untuk menuntaskan kerinduanku naik Tri Sumber Urip kembali,” kesahku kepada-Nya.


 


Sprinter ala Tri sakti ini langsung tancap gas. Rupanya, rencana perbaikan AC di Semarang memaksa sopir untuk sesingkat mungkin memangkas waktu tempuh Rembang-Semarang. Meski tidak smooth setiap pergantian gigi transmisi, tapi tarikan dan tenaganya ngacir juga. Dan yang bikin terperangah, bis ini tak sekalipun takut melahap sirkuit pantura. Goyang kanan goyang kiri irama pergerakannya, tak gentar sedikitpun bodinya akan terlepas dari chasis. Hehehe…


 


Blong kanan tipis seolah menjadi santapannya. Klakson setiap kali menyalak, memberi kode pengguna jalan lain untuk meminta jalan. Kontur jalan pantura yang bergelombang serta berlubang membuat tiap sudut bodi bis ini mengeluarkan nada riuh rendah, gemlodagan, setiap roda bis menapak jalan. Entah kualitas body builder atau memang life time bangunan karoseri ini sudah usai, sehingga menyisakan kereyotan. Telinga sampai budeg gara-gara orkestra tanpa irama gubahan komposer Marcopolo. Tak ada indah-indahnya pesona bis malam Muria Raya, seakan membenamkan pesona  aksi nekat sang driver. Serasa bermalam di gubuk derita. Tragis nasibku…


 


Juana mampir sebentar, Terminal Pati sekedar singgah. Di sini berbarengan dengan Tri Sumber Urip Hino RG Setra Morodadi Prima bergambar kupu-kupu yang jarang terlihat berdinas. Di Terminal Jati, Kudus, berhenti kembali dan bis langsung penuh. Wow, bis acak adut begini laku keras!


 


Tiba di bengkel AC di daerah Kaligawe, Semarang, bis pun masuk pit. Terlihat 3 pasien rawat inap, yakni Bus Kota Damri OH 1521, sebuah Bis wisata OH 1521 dan Sumber Alam OF 8000. Menurut informasi kenek, 2 buah kipas kondensor AC bis ber-nopol K 1585 AD ini mati, hanya sebuah kipas yang bekerja, sehingga tidak cukup untuk menghembuskan udara.


 


Segera kuturun dan kudekati si kenek yang sedang duduk di samping bis.


 


“Mas, bis-bis ungu kemana?”, tanyaku untuk mencari jawab rasa penasaran yang bergelayut.


 


“Ini repotnya kalau bos lebih mengurusi wisata, Mas. Semua armada merah (istilah kenek untuk menyebut warna pink) sedang jalan. Malam ini, bis cadangan yang keluar. Bis ini sebenarnya sudah dibeli PO lain Mas. Berhubung belum diambil oleh empunya, kita pinjam dulu buat bis malam,” jelasnya dengan gamblang.


 


Pantas saja, bagaimana diurus, status armada ini sudah hak milik orang lain.


 


“Kita (kru) juga pusing Mas, bagaimana dengan ke timur nantinya. Mana mau orang-orang Kudus-an naik bis jelek begini. Sudah mintanya tiket murah, bis bagus, armada harus ngejos. Bisa-bisa 2 atau 3 hari kita perpal di Jakarta. Bagaimana kita menjelaskan kepada bos, kalau setorannya nanti kurang,” curhatnya seolah pasrah dengan kebijakan kantor yang dianggap menganaktirikan bis reguler.


 


Inilah celah kekurangan bila manajemen PO mencampuradukkan divisi reguler dan wisata. Pendapatan yang pasti bila bis dicharter untuk wisata, membuat bis reguler terkadang dimarginalkan.

2 komentar:

  1. Mas...kalo Rembang - kediri rute sing paling enak lewat endi yo ? alternatif lain mana aja ...thanks.

    BalasHapus
  2. Rencananya mau naek bus apa bawa kendaraan sendiri, Mas?

    1. Untuk bigbus, lebih enakan via Surabaya. Rembang-Bungurasih lanjut Bungurasih-Kediri. Memang, waktu tempuhnya lebih lama.
    2. Untuk yang berjiwa travelers, bisa dicoba rute Rembang-Blora-Cepu-Ngawi-Karangjati-Saradan-sebelum Nganjuk belok ke kanan (lupa nama daerahnya)-Grogol-Kediri.
    3. Bisa juga Rembang-Babat terus estafet naik bus 3/4, Babat-Jombang-Kandangan-Pare-Kediri.

    Cuma, untuk alternatif 3 saya kurang tahu persis detailnya. Soalnya belum pernah lewat sono. Itu berdasarkan referensi teman.

    BalasHapus