Selasa, 26 Mei 2009

Ada Cerita dari Balik Gubuk Derita (2)

Pukul 21.30, bis yang bertrayek Tuban-Jakarta ini selesai diperbaiki. Mas Waris baru saja mengirim sms, mengabarkan bis Nusa NS 51 yang dinaikinya baru saja diberangkatkan dari rumah makan. Duh, nikmatnya eksekutif NS 39 langgananku membayang!


 


Ah, aku tidak boleh menyesal telah memilih bis ini sebagai tunggangan perjalanan malam ini. Konsekuensi apapun mesti kuterima dengan lapang dada. Sejelek-jeleknya kualitas armada dan pelayanan bis ini, masih terbesit rasa bangga di hati sebagai wong Rembang. Tanpa TSU, kotaku tak akan memiliki bis AKAP lagi semenjak PO Artha Jaya yang dulu cukup disegani mati beroperasi.


 


Bis berjalan kembali. Sekali lagi, bukan kenyamanan yang ditempatkan sebagai prioritas, tapi bagaimana bisa mengejar waktu ketertinggalan. Semua rute jalan seenaknya dilibas, tanpa mengindahkan munculnya bunyi-bunyian yang cukup menganggu di dalam kabin. Saking tergesa-gesanya,  singgah di rumah makan cukup 15 menit,  sehingga banyak penumpang yang asyik dengan kegiatan mengasap menggerutu.


 


Arep ngoyak opo to Pir?”, tanya salah seorang penumpang. (Hendak mengejar apa sih Pir)


“Macet…macet…Losari, Jatisari. Ayo, cepat…!”  dalih Pak Sopir.


 


Semenjak lepas dari rumah makan Kota Sari, Gringsing, kupaksakan diri untuk tidur agar kekesalanku terkubur. Tentu bukan dalam artian tidur yang sebenar-benarnya tidur. Zzz…


 


Kurasakan bis ini berhenti. Kubuka mata, benar apa yang ditakutkan. Marcopolo terjerembab dalam kemacetan parah di Pejagan, Brebes. Di depan tampak Pahala Kencana Madura, sedang di samping kiri Harapan Jaya Tulungagung. Yang jelas, kedua bis adalah bis kloter termalam, sehingga aku pesimis, sebelum jam kerja besok, aku sudah sampai di kantor.


 


Kuteruskan tidur kembali, sampai kurasakan udara di dalam cukup pengap. Tak tahunya, bis yang berhome base di Lasem ini kembali mogok dan mesin dimatikan. Posisi persis di seberang pos jaga Polsek Gebang, Cirebon. Untung, sebelum aku memutuskan turun untuk menghirup udara segar, bis kembali dinyalakan. Kulihat jam di HP menunjuk angka 02.15. Sudah habis harapanku, alamat tengah hari baru sampai Pulogadung. Pasrah…


 


Dan aku tertidur kembali, hingga…


 


“Tarahu…tarahu…!”, teriakan salah satu pedagang asongan membuyarkan mimpiku. Mimpi tentang TSU ini mengantarku langsung ke Tanjung Priok. Aneh, dalam ketidaknyaman bis seperti ini, aku bisa bermimpi indah.


 


Ternyata bis kelas VIP ini sedang mengisi solar di SPBU Cikampek.


 


Aku terbelalak saat kulihat jam. Pukul 05.30. Maha Suci Allah! Tol Panci-Cikampek cuma 3 jam? Lancarkah jalur pantura mulai Pamanukan hingga Jomin, yang tiap hari hampir dipastikan macet  akibat perbaikan jalan?


 


Ck…ck…ck…Hanya satu kata salut dan pujian kuucapkan untuk “si gubuk reyot” ini, Amazing…!!!


Marcopolo-TS


 


Belum genap aku mengakui kehebatannya, tiba-tiba seorang sopir truk barang yang mengisi solar  bersebelahan dengan TSU, berteriak kepada Pak Sopir.


 


“Kang, temanmu kecelakaan di Jatisari. Nabrak rumah di tepi jalan. Kok ngga berhenti tadi?” katanya mengabarkan.


 


“Bis yang mana, Kang?” tanya sopir dengan penuh keheranan.


“Yang biru (maksudnya ungu) Kang.”


 


Bergegas dipanggilnya sopir kedua yang sedang istirahat di belakang.


 


“Pak, RG-nya laka di Jatisari”, kata sopir dengan lemas, saat mem-forward beritanya kepada sopir kedua.  


 


Masya Allah! Andai dari Rembang aku diikutkan naik si Hino RG ini, kemalangan apa yang bakal menimpaku ?


 


Sudah dua kali aku dikecewakan oleh TSU, tapi dua kali itu juga aku luput dari musibah.


 


Biarpun banyak derita yang kurasakan bersamamu, aku akan tetap mengagumimu, Tri Sumber Urip!   

1 komentar: