Rabu, 06 Mei 2009

Mandi Kepagian

Kulirik jam digital di pojok kiri depan, waktu menunjuk angka 03.15 dinihari. Duh, sudah hampir 1/4 jam  bis ini tidak bergerak. Aku hanya terpaku di seat no. 15. Mpfuhh…perasaan kesal mulai merambat di hati. Armada terdiam bukan karena kemacetan, namun alasan kerusakan. Padahal, tinggal 1 jam lagi tujuan perjalananku berakhir. 


 


Sebagian penumpang memilih untuk turun, menghirup udara segar di luar. Hanya 2 atau 3 orang yang tetap meneruskan tidur mendengkurnya meski tanpa pendingin ruangan bekerja, karena mesin Mercy Intercooler di-shut down. Temaram lampu jalanan kota Pati menembus dinding kaca Old Travego, sedikit memberi kekuatan cahaya di dalam kabin.


 


Klutak…klutik…klutak…klutik…terdengar tools kerja kenek beradu dengan komponen yang diotak-atik. Entah sampai kapan mesti menunggu, tanda-tanda perbaikan selesai tak kunjung ada. Sayup-sayup terdengar para penumpang sedang ngobrol di luar, mengisi waktu tunggu dengan perbincangan ringan.


 


Kuputuskan untuk turun dari tempat duduk, keluar dari dalam bis. Daripada bete, mending bergabung dengan yang lain. Menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan.


 


Ah, kebetulan Pak Sopir sedang di belakang bis. Iseng-iseng aku bertanya.


 


“Wonten masalah nopo,Pak?”, tanyaku penuh selidik. (Ada masalah apa, Pak?)


 


“Niki Mas, rem wingking radi masalah. Niku nembe disetel kalih kenek-e.”, jelasnya. (Ini Mas, rem belakang ada masalah. Itu, lagi disetel sama kenek.)


 


Kulihat hanya kaki kenek terlihat dari luar, selebihnya tubuhnya terbenam di dalam kolong bis. Posisi badannya tidur telentang. Tampaknya dia sedang sibuk dengan pekerjaan “dadakan”nya, meng-adjust rem sebelah kiri belakang. Di samping kakinya terlihat tools box, berisi alat-alat kerja untuk keperluan trouble shooting jikalau terjadi kerusakan di jalan. 


 


“Piye Jo, beres durung!”, teriak sopir kepada kenek (sebut saja kenek si Paijo). (Gimana Jo, beres belum?)


 


Namun, tiada jawaban. Mungkin dia masih sibuk bergelut dengan masalah rem, sehingga malas menyampaikan balasan. 


 


Akhirnya aku bercengkerama dengan penumpang lain. Dari sekedar berkenalan, bagi-bagi cerita, ngobrol ngalor ngidul hingga sharing kisah-kisah perjalanan.


 


Tiba-tiba terdengar suara byur…byur…byur… berulang-ulang. Ada penumpang yang sedang buang air kecil, memanfaatkan jasa keberadaan toilet di dalam bis. Hawa dingin AC semalaman menumpuk-numpuk sisa metabolisme tubuh, mengantri untuk di-release empunya.


 


Sementara itu di luar bis.


 


“Piye Jo, rampung durung!”, tanya sopir dengan tak sabar. (Gimana Jo, selesai belum?)


 


Terlihat kenek nongol keluar dari kolong.


 


“Rampung piye Nyo…Nyo! (panggilan kepada sopir). Iki lho aku malah adus uyuh. Asem tenan…!!!”, balas si kenek dengan geram, sambil menunjukkan celana dan bajunya yang sebagian basah kuyup. (Selesai gimana, ini lho aku malah mandi air kencing! Sial…)


 


Rupanya, tanpa disadari, posisi kerja dia pas di bawah lubang drainase toilet bis.


 


Seketika Pak Sopir dan penumpang bis tertawa terpingkal-pingkal melihat adegan kenek “mandi kepagian”. Gerrr…


 


“Makane Jo, yen adus ojo mung sore tok…,” canda Pak Sopir sambil menahan tawa. (Makanya Jo, kalau mandi jangan saat sore saja…)


 


 



*Based True Story di tahun 2005. Sengaja nama PO dan para pelaku tidak disebutkan, demi menjaga citra dan nama baik yang bersangkutan.

1 komentar:

  1. aku sampe kepingkel-pingkel bacanya mas....

    tenan tah piye ?

    BalasHapus