Senin, 25 Januari 2010

Kramat Djati; Fun Tastic…(2)



Catatan Perjalanan : It’s not Slowtime (1)
Kramat Djati; Fun Tastic…(2)

Jam 13.20, bus melenggang keluar terminal, dengan ciri khas suara kemriyet dari gesekan material per daun penyangga chasis MB OH 1521. Bis langsung dipacu sesaat menapak tol Wiyoto Wiyono. Weih…apa tidak salah ini?

Gimana sih koordinasi antar agen. Katanya bus langsung berangkat, tak mampir-mampir. Ini malah dadakan disuruh ke Pulogadung. Payah, agen-agen itu kerjanya…”, gerutu Pak Sopir, bercurhat pada asistennya.

Oh…jadi ini toh alasannya sementara waktu bus ini ngebut. Takut dikomplain penumpang Pulogadung. Namun, aku malah senang, bisa mengulur waktu keberangkatan. Jangan sampai kepagian sewaktu turun di Rembang.

Setengah jam kemudian, memasuki Terminal Pulogadung, menghampiri dua penumpang yang telah booking sebelumnya. Mungkin, agen berharap masih mendapatkan penumpang tambahan, dengan men-delay keberangkatan. Hal ini membuat muak penumpang di seberang lorong.

Tau gini naik Haryanto. Kemarin saya turun di Gresik jam ½ 4 pagi. Kirain tadi langsung masuk tol, ternyata mampir Pulogadung. Pakai ngetem lagi…!”

Yang sabar Pak, every bus has a different taste. Jangan digeneralisasi, disamaratakan. Belum tentu, Bapak naik Haryanto lagi bisa tiba di Gresik dengan waktu yang sama. Nikmati sajalah, Pak. Kalau hati nggerundel, perjalanan makin tak nyaman, terbawa suasana hati yang dirundung kekecewaan. Lagi-lagi aku membatin…

Dan nihil, tak ada penumpang lagi. Delapan orang penumpang. Bagaimana hitung-hitungan keuntungan bisnisnya coba?

Pukul 14.30 bus full take off, tanpa singgah di agen lagi. Menyusuri jalan raya Pulogadung-PTC-IG-Tipar, lalu masuk mulut tol di entry Cakung. Sewaktu lewat garasi Si Ijo dari Cirebon, armada E 7527 HA yang akan membawa Mas Kus sudah siap di grid pemberangkatan.

Aku pun pasrah, jikalau nanti selama melahap tol Cikampek, akan diwarnai aksi netral, menahan rpm di posisi idle, sekitar 1000 kali putaran per menit, demi sebuah pengiritan. Aku sikapi, itulah taste bus bernomor registrasi B 7244 ZX ini…

Justru meleset dugaanku. Pedal akselerasi dibejek habis-habisan oleh driver I. Bukan tipikal manusia pelit dalam “menyedot” isi tangki solar.

Setelah lewat interchange Cikunir, bertemu dengan adik kandungnya, B 7245 ZX, yang berdinas menggawani trayek Lebakbulus-Madura. Sayang seribu sayang, senasib dengan kakaknya, hanya mengangkut lima orang penumpang. Tak bisa dipungkiri, pasca liburan tahun baru, memang okupansi penumpang jarak jauh sedang nge-drop…

Setelah saling ledek antar kru, dengan pamer jumlah penumpang, penumpang Gresik tadi bertanya ke pengemudi.

“Apa ngga dioper dijadikan satu bus saja, Pak?”
“Wah, di Kramat tak ada istilah bus balik pool Pak. Kalau disuruh jalan, berapapun penumpangnya ya tetap jalan”, tandas Pak Sopir.

Mantap, inilah kelebihan pelayanan PO berjuluk “Tripple X”…eh “Tripple Eggs” ini…

Dan gerakan anti lelet disempurnakan anti gigi 0, terbukti di sepanjang rute 70 km tol Cikampek hingga daerah Losarang. Bersama dengan adik, Hino RG air suspension, saling menguntit kemudian susul menyusul, rajin mengambil jalur paling kanan yang diperuntukkan untuk menyalip.





Meski sempat di-overtake Rosalia Indah 319, tercatat pula empat bus yang diasapi, Sinar Jaya Sobo Merak 37 S, Bogor Indah Skania, Si Buruk Rupa “Dahlia Indah” dan Scania New Marcopolo Harapan Jaya. Bahkan bus terakhir tampaknya bingung mau makan di Taman Sari ataukah Kalijaga. Sewaku ditempel, tiba-tiba sein kiri dan berhenti 100 m setelah Taman Sari.

Pak Sopir tak mampu menahan tawa, mengira bus tersebut kebablasen, lupa tempat rumah makan persinggahannya.

Lepas dari RM Singgalang Raya, aplusan dengan driver II. Tipikalnya lebih smooth namun tak berkurang spirit of speed dibanding driver I. Tak beda dengan karakter bus Plat K. Meski dari logat bicaranya, berasal dari daerah Pemalang atau Tegal.

Di ruas Celeng-Widasari, ekor angkutan berat begitu panjang. Saat terjerembab, bus model Setra ini dilibas Langsung Jaya Hino front engine. Ya, wajar…posisi padat merayap, mesin depan lebih unggul tarikan dan kegesitan.

Tak selang lama, gantian Purwo Widodo Putro berbaju buatan Hadi Putro yang begitu bergairah untuk mengalahkan Kramat Djati. Meski ciri fisiknya tidak berbohong, Prestige Tri Sakti.

Gila…bus-bus ranah AD kelas medioker makin berlari-lari. Apa virus Ros-in yang bertagline “Semakin Kukejar Semakin Jauh” hinggap juga di bus-bus papan tengah?

Satu pemandangan paling menarik di jalur Pantura adalah penampakan empat chasis telanjang yang akan dibawa ke karoseri. Saya tak bisa menilai, ini jenis apa. Sepengetahuanku bukan Hino RK8 atau MB OH 1525. Saya curiga, jangan-jangan ini MB OH 1526 yang sedang hangat dipergunjingkan.

Masuk tol Palimanan-Kanci, kecepatan Kramat Djati makin memuncak. Berkali-kali bodi usang Adi Putro ini bergetar hebatnya saat jarum tachometer nyaris menyentuh redline, di angka 2500 rpm, sehingga sopir berupaya men-slow down laju bus.

Lepas tol, aksi bus kelas eksekutif ini makin tak terbendung. Akhirnya, dua anggota Genk Soloensis yang tadi sempat mencundangi gantian direnggut kejayaannya di daerah Losari. Ck ck ck… hanya decak kagum yang bisa kualamatkan pada pilotnya.

Sayang, slot time Kramat Djati bukanlah peak arus mudik bus-bus arah timur. Sehingga tiada lawan lagi yang mumpuni untuk ditaklukan.

Dan it’s sleeptime…

Aku terbangun saat bus menuruni alas Roban. Tampak jauh di depan, di antara jajaran kendaraan yang mengular, duo New Marcopolo Pahala Kencana, bertuliskan Euro 3 di dinding kaca samping. Wah, boleh ini sekali-kali dicoba. Ini PK Bandung apa Jakarta ya?

Sayangnya, saat dicoba untuk diikuti, Kramat Djati kehabisan nutrisi, dan masuk SPBU di daerah Cepiring, Kendal. Namun, aku bisa mencuri pandang plat nomor PK, B 7519 IZ. Satu yang pasti, memang bus baru, bukan ganti busana.

Dan satu “dosa” tercatat lagi, mesin OM366 LA dihembusi asap karbon bus Ezri Cirebon-Malang. Wah, pion Pak Tong masih ganas juga…

And then, the next sleeptime…

Bangun lagi saat bus melewati koridor Kudus-Pati yang jalannya sebagian hancur menjelma menjadi kubangan kerbau dihajar curah hujan yang tinggi. Paling parah tepat di depan kantor Mas Ilyas, PT Pura Kudus.

Kukeluarkan henpon untuk mengintip waktu. Ya ampun, 00.24??? Kok secepat ini bus yang kerap diidentikkan bus pelan? Berharap jam 3-an masuk Rembang, melihat waktu yang berhasil ditempuh, bisa jauh lebih cepat.

Yang membuatku salut dan appreciate, PO yang satu grup dengan Pakar Utama ini konstan dan stabil dalam kecepatannya. Meski tak selamanya numbero uno selama menyusuri Pantura, tapi greget dan determinasinya tak pernah surut. Tidak membuat jengkel bagi penyuka bis banter.

Dan benar adanya, jam 01.40 menyelesaikan finish-ku di depan Taman Kartini, Rembang. Kuucapkan terima kasih kepada Pak Sopir dan asistennya atas lancar, nyaman dan cepatnya perjalanan.

Capaian luar biasa Kramat Djati menempatkannya pada posisi tiga besar rekor best lap perjalananku Rembang-Jakarta, di bawah PK 10:30 pada tahun 2002 dan NS 39 11:00 tahun 2005. Dengan raihan 11 jam 10 menit, ditengah terpaan berita negatif, dan kondisi jalan yang carut marut akibat kerusakan dan perbaikan jalan, catatan waktu PO Kramat Djati B 7244 ZX ini terbilang “fantastik!!!”


Segera kususuri jalanan Kota Rembang, menuju Pasar Kota tempat mangkal micro bus Rembang-Blora. Keadaannya persis kota mati, tak ada denyut nafas kehidupan. Masyarakat masih terlelap tidur, dibuai mimpi-mimpin indah.

Kini, aku harus menanggung karma setelah underestimate dengan satu dari belasan legenda bus bumi Nusantara, PO Kramat Djati. Seakan “The Flying Eggs” ini mematahkan anggapan-anggapan absurd yang terkesan menomorsekiankan kehebatan nya. Kini kuhadapi kenyataan, 1 ½ jam terkatung-katung di terminal bayangan pasar Rembang, menunggu bus mini jalan pertama ke Blora.

Dalam kesendirianku menanti angkutan ke selatan, selintas dalam bayanganku, sekarang ini adalah era bus cepat, bukan masanya bus pelan. It’s not slowtime…

Berkaca pada perjalananku sebelumnya, dengan OBL V-engine, Karina Madura, Karina Bojonegoro, Malino Putra Macan, Haryanto Madura, dan Kramat Djati Madura, (untuk bis Muria tak usah ditanya…), yang tak pernah mengecewakanku dalam soal kecepatan.

Apakah aku berani berani “berfatwa”, 11 dari 10 bus malam adalah bus banter?


Ah, belum. Masih ada satu PO lagi yang akan kujadikan saksi ahli sebelum menggenapkan kesimpulanku. Dan yang pasti, sebentar lagi akan kubuktikan…

1 komentar:

  1. Eh, baru tahu...
    ini blognya mas Edhi Nurcahyo a... he,,he,,h,e baru ketahuan

    BalasHapus