Kamis, 10 Juni 2010

Sepeninggal Tragedi Tanjung Priok; Kibar Bendera “PKS” (4)


Pelayaran Sunyi Marcopolo (2)

Pukul 15.55, bus mengendurkan urat saraf di Rumah Makan Uun, berbarengan bus Jember dan Centralindo B 7411 WB, yang pasti jatah Pulau Garam.

Marcopolo, yang diambil dari nama petualang dari Venezia, mengembangkan layar kembali di bawah nahkoda kedua, Pak Amir. Soal gaya mengemudi tidak jauh berbeda, meski urusan mempermainkan “fear factor” ketegangan penumpang, masih lebih ganas Pak Khamsin. Pak Amir lebih mengedepankan kenyamanan dan rasa aman para penikmat di dalamnya. Tak ada aksi sikut-sikutan, semua diperhitungkan dari jauh sebelum melibas hadangan-hadangan yang dihadirkan oleh pemain Pantura yang lain.

Di tol Palimanan, mesin dibejek di rpm tinggi, hingga jarum speedometer mentok di angka 120+ km/jam. Kurang lebih sekitar satu menit, kecepatan dipatok di angka tersebut. Wow, sampai merinding dibuatnya. Perlahan tapi pasti, PK divisi Jakarta mulai melepaskan diri dari stereotip bus lelet menjadi bus berlari. Andai saja konsisten hingga waktu-waktu ke depan, siapa lagi yang bisa menghentikan gulungan dahsyat si Ombak Biru?

Sayang seribu sayang, jalanan benar-benar paceklik dari bus malam. Hingga check point kota Warteg, bus yang memiliki penggemar berat berjuluk PKS -- singkatan dari Pahala Kencana Sejati -- ini tak pernah sekalipun menyalip bus malam. Sunyi sepi suasana senja di jalan Deandels.

Armada bernomor registrasi B 7589 IZ menangguk untung di Kota Tegal. Tujuh penumpang tambahan didapat, meningkatkan okupansi seat di atas 60%. Digenapi lagi dua kursi yang laku jual di Pekalongan. Sempat terjadi kekacauan administrasi di agen kotanya Ketua Genk RG (Rajin Guyon), Kang Dadik ini. Kurang tahu detail permasalahannya, hampir 10 menit bus tertahan menunggu proses penyelesaian tuntas. Melintaslah Ezri Setra Morodadi Prima. Dan sekali kuberharap, nantinya jadi teman seperjalanan bus yang kutunggangi.

Ternyata tidak, malahan bus jurusan Cirebon-Malang itu tak pernah terlihat lagi, tak ketahuan rimbanya. Justru yang antiklimaks, saat New OH 1525 terjerembab dalam deretan panjang kendaraan menjelang kota Batang, dengan songongnya didepak Setra Madura yang tadi sore dijadikan bulan-bulanan. Misi balas dendamnya terbayar dan sejak itu, RG ini untouchable, tak pernah tersentuh lagi dari kejaran Pak Amir. Ternyata, sesama armada PK tak dilarang untuk saling mendahului.

Putaran ban tubeless mulai Alas Roban hingga Demak menari-nari di atas rasa kantukku, melelapkan diri dari alam kesadaran. Sadar sebentar saat mengisi solar lagi di SPBU Mangkang, Semarang, membalas utang SMS dari Pak Didik yang beberapa lama terabaikan. Dan kemudian tidur kembali…

Tiba-tiba,

Cittt…citt…..cittt…

Tapak roda beradu hebatnya dengan permukaan aspal di daerah Ngembal Kulon Kudus. Seluruh penumpang terdorong ke depan mengikuti hukum inersia dan sebagian berteriak histeris. Secara refleks, laju bus dibuang ke kanan, dan dalam hitungan sepersekian detik dikontra lagi ke jalur kiri. Zigzag…

Dalam guyuran hujan lebat, sebuah motor melakukan gerakan ngawur dan bar-bar di jalanan. Tanpa memperhatikan kendaraan dari arah belakang, dari jalur kiri langsung menyimpang ke kanan untuk berbelok. Untung bus mampu berkelit, terhindar dari crash dengan biker tanpa kehilangan posisi keseimbangan dan terkena efek aquaplaning. Andai terjadi, bakal lebih buruk keadaannya.

Pak Khamsin, yang kini jatahnya pegang setir, segera membuka kaca jendela. Diomeli, dibentak dan digertaknya pengemudi motor sialan tadi. Makian, sumpah serapah hingga kata-kata sarkatif terlontar dari bibirnya. Aku menganggap wajar, karena ulah rider itu sudah keterlaluan membahayakan jiwa yang lain.

Gambaran kecelakaan dua bus Pahala Kencana beradu bodi dengan sepeda motor di Rembang kembali mengusik. Dan nyaris saja dinihari ini, kenahasan itu menghinggapi Marcopolo. Memang payah dan benar-benar kebablasan, sejak orde reformasi bergulir di negeri ini, euphoria massal menularkan kenegatifannya di atas jalan raya. Kebebasan tanpa rambu-rambu, norma-norma dan etika. Sakpenak udhele dhewe…

Akhirnya, untuk mengalihkan emosi dan kegeraman Pak Khamsin, kugeser tempat dudukku ke trap yang lebih rendah. Selonjoran di ujung selasar depan, di antara kursi pengemudi dan bangku kenek. Kuhabiskan sisa perjalananku ngobrol dengan beliau. Obrolan tentang berita terbaru di tubuh PK, armada OH 1526, kabar Pak Max, kebijakan loss solar berikut pengaruhnya ke masalah pendapatan kru, dan soal kecelakaan yang trend-nya meningkat pasca diberlakukan aturan tersebut.

Sempat Pak Khamsin bertanya kepada co-drivernya,

“RG (bus Jember-pen) kok ngga kelihatan ya, Mas?

“Mana mau Pak Kodok didekati bus di belakangnya…”

Wah, Pak Kodok menerbangkan bus Jember. Sepertinya bisa jadi next target ini? Ngincer Pak Kodok…Hehehe…

Mungkin, Pak Khamsin tahu kalau aku seorang bismania. Beliau unjuk kehandalannya sebagai pengemudi ketika dengan kesabaran dan kecekatannya melengserkan tiga armada PO Persada di ruas Juana – Rembang.

Trio bus wisata dari Kota Pemalang itu begitu kompak beriringan, satu sama lain saling membantu, mencarikan celah dan berusaha menarik bus paling belakang agar tidak tercecer. Meski deretan truk barang mengular, nyatanya ketiga bus tersebut saling lengket, tak tercerai berai oleh lalu lalang lalu lintas. Salut untuk ketiga drivernya!

Berbekal pengalaman segunung, rontok juga akhirnya sinergi OH 1525, RK8 dan OH 1521 di tangan Pak Khamsin. Setelah berkali-kali gagal mencuri kesempatan, dengan sekali hentakan di jalur kanan, didahuluinya ketiga bus tersebut yang samar terlihat mengusung rombongan para mantan gadis angkatan 50-an tersebut.

Jam 00.38, dengan waktu pelayaran selama 11 jam 15 menit, Marcopolo pun dengan selamat sentosa menunaikan tugas mengevakuasiku dari bencana kemanusiaan.

Bahwa tak sekalipun dinalar dalam akal sehat, hikmah dari kerusuhan Tanjung Priok ternyata membawaku berjodoh dengan cita-cita terpendam selama ini. Dari mula pertama melihat selintas lewat armada teranyar Pahala Kencana yang menggawangi jurusan Bandung-Surabaya pada saat menghabiskan malam Minggu bersama keluarga di alun-alun Rembang, lalu mengkhayal betapa “terhormat”nya duduk di singgasana kabin New Marcopolo itu, akhirnya last but not least, kini aku sendiri bisa mengkonversi obsesiku.

Sebuah karomah dari Mbah Priok yang terpercik ke dalam nasib baikku?

Wallahu alam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar