Rabu, 15 April 2009

Mas Yono, Pewaris Resep Sate Jagal Mbah Soe


[gallery columns="2"]


Ada satu hal yang aku sukai bila jalan-jalan di Kota Blora. Kendati hanya kota kecil, tapi hampir di setiap sudut gampang ditemui warung-warung yang menyajikan kuliner daerah petrorupiah ini. Inilah yang selalu menjadi target buruan bila aku berkesempatan mengunjungi kota yang jauhnya 25 km dari rumah tinggalku.


 


Sekian lama yang aku bidik adalah sate jagal Mbah Soe. Nah, beruntung sewaktu pulang berbelanja bulanan dari toko swalayan Alfim bersama putri dan istriku tercinta, ketika melintasi Jalan Arumdalu, ada sebuah warung yang menjual sate jagal ini. Padahal selama ini aku juga tidak tahu persis, lokasi dan nama warung yang dimiliki Mbah Soe. Tapi setelah melihat spanduk bertuliskan “Sate Daging Sapi (Jagal) Mbah Soe Blora”, dengan style yakin, kusinggahi warung sederhana ini. Meski kadarnya tak sampai 100%, aku masih percaya kejujuran orang-orang kampung dalam berdagang. Termasuk kepada pemilik warung ini, yang akrab dipanggil Mas Yono.


 


Saat disapa oleh Mas Yono selaku tuan rumah, kesan pertama yang aku tangkap, si empunya sangat-sangat ramah, murah senyum dan supel. Wah, sepertinya enak diajak ngobrol. Sembari menunggu sate sapi siap dihidangkan, kucoba mengorek keterangan tentang sate jagal.


 


“Kok Mas Yono dipanggil Mbah Soe, bagaimana ceritanya Mas?”, tanyaku sok bodo. Padahal dari wajah dan fisik, jelas Mas Yono ini masih muda.


Dengan tersenyum, lelaki yang selalu memakai peci hitam identitas tukang sate ini menjawab,


“Saya cucunya Mas, Mbah Soe sudah meninggal dua tahun yang lalu. Saya hanya meneruskan usahanya. Ini peninggalan yang harus saya jaga Mas.”


 


Wow…sebuah amal mulia dan perlu dicatat dalam daftar para pahlawan kuliner! (Andai ada).


 


Menurutnya, ada banyak warung sate jagal yang mengatasnamakan Mbah Soe. Tak heran, karena Mbah Soe kondang sebagai generasi pertama “pencipta” menu sate jagal. Kurang afdol bila berjualan sate sapi tanpa embel-embel nama Mbah Soe. Inilah trik dan strategi dagang agar dikenal oleh calon pembeli, meski penjualnya bukan keturunan dari Mbah Soe.


 


Tapi tak apalah. Toh, meski aku belum mencoba meng-compare citarasa dari setiap warung sate jagal, paling juga cuma beti (beda tipis). Apalagi Mas Yono ini adalah generasi ketiga Mbah Soe, pastilah resep rahasia warisan Mbah Soe ada di tangannya.


 


Tak sampai 10 menit, sate pun terhidang. Sebenarnya wujud satenya biasa-biasa saja, hanya daging sapi muda. Namun, kalau diexplore mendetail, setidaknya ada empat hal yang menurutku unik dan menarik dari sosok sate jagal ini.


 


Pertama, bumbu sate. Umumnya, sate sapi atau kambing disajikan dengan sambal kecap manis, dengan irisan bawang, cabe rawit dan tomat sebagai pelengkapnya. Namun sate jagal Blora justru menggunakan bumbu kacang berwarna kuning kecoklatan. Sebagai bahan pengencernya adalah kuah santan. Menurutku hampir sama dengan bumbu sate srepeh Kota Rembang. Namun soal rasa jangan ditanya, kombinasi gurih, manis dan pedas saling berpadu.


 


Selanjutnya adalah cara penyajian. Nasi putih tidaklah dihidangkan di atas piring, melainkan dalam bungkus daun jati. Nasi pun bukan “polosan”, melainkan diguyur oleh kuah soto, berisikan mie hun, daun seledri serta ditaburi bawang goreng. Sehingga kesan sebagai sajian tradisional sangat kentara.


 


Yang ketiga adalah cara memasak. Tungku arang malah diletakkan di depan meja pembeli, sehingga asap pembakaran seolah mengurung dan wangi tubuh langsung berubah fase menjadi aroma daging bakar. Bagi yang mementingkan penampilan, pasti dibuat menyingkir. Namun bagi penggiat kuliner, justru bau asap aroma rempah-rempah ini meningkatkan gairah dan nafsu makan. Mungkin itulah alasan mengapa cara memasaknya dibuat sedemikian rupa.


 


Dan yang terakhir adalah cara bertransaksi. Sisi keunikannya, berapa rupiah yang kita bayarkan bukan berdasar seporsi sate (yang biasanya berisi 10 tusuk), melainkan dihitung berapa jumlah tusuk sate yang telah dihabiskan. Makanya, untuk diingat sebelum mencicipi sate jagal blora. Setelah menyantap hidangan, tusuk sate jangan sekali-kali dibuang, karena akan menyulitkan penjual dalam menghitungnya. Dan penjual tidak akan pernah membeberkan harga per tusuk sate, sepiring nasi dan minumannya, karena dia langsung menyebutkan grand total harga yang harus ditebus.  


 


Itulah eksentriksitas menu andalan  Blora ini. Tak akan lengkap kalau hanya selintas lalu atau numpang lewat Kota Blora tanpa menjajal sajian nusantara warisan Mbah Soe, Sate Jagal.

1 komentar:

  1. Jadi pengen balik kampung ni. Aku yg asli blora malah gk tahu klo ada sate jagal yg terkenal,maklum jarang pulang,kelamaan d perantauan. Penasaran banget... Trims y mas. Japon ketapang kalbar.

    BalasHapus