Rabu, 01 April 2009

Pak Naim, Berkah Setetes Air Legen (2)

[gallery columns="2"]



Pohon yang ‘Bertuah’

Kemudian ditolah-tolehkan mukanya ke atas seolah menelusuri setiap jengkal bentangan awang-awang sambil terus menghisap rokok ‘generik’nya yang masih tersisa, dan untuk selanjutnya kuikuti tatapannya. Sejauh mataku memandang, vegetasi darat khas pesisir yang jumlahnya tak banyak di bumi nusantara tampak begitu mendominasi. Puluhan pohon berbatang tunggal sejenis palem dengan kontur kulit pohonnya yang kasap, agak kehitam-hitaman, dengan penebalan sisa pelepah daun di bagian bawah, yang kokoh menjulang hingga ketinggian 25 m, tajuk nan rimbun dan membulat, daunnya sekilas mirip kipas, bundar, kaku, bercangap berjari dan berwarna hijau keabu-abuan,  bentuk pelepahnya pendek, menghitam, bercelah di pangkal, berijuk dan bergerigi di tepiannya.


 


Sebagian pohon berbuah, berbentuk bulat peluru berdiameter 7-20 cm,-yang sekilas mirip buah kelapa, namun dalam bentuk yang lebih kecil-, berwarna ungu tua sampai hitam, dan pucuk buahnya kekuningan, dalam poros bulir dengan daun pelindung yang besar,  yang apabila dibelah akan terlihat dinding buah tengah berserabut dengan buah keras berjumlah selalu tiga,  dengan daging buah putih transparan dan sedikit berair. Dan sebagian pohon lagi hanya tampak tangkai-tangkai kembang yang bercabang, serupa tanduk rusa, menjulur-julur di sela kuncup bunganya.  


 


Dialah pohon siwalan, dalam bahasa latin Borassus flabellifer, yang di-Dologan-kan bogor, di-Indonesia-kan menjadi lontar dan di-english-kan sebagai toddy palm, wine palm atau palmyra Palm.  Dan bagi masyarakat Sulang khususnya, pohon yang berbuah diistilahkan ‘bogor wedok’, yang buahnya sendiri dinamai siwalan dan pohon yang ‘bertanduk’, hanya sempat berbunga tanpa pernah berbuah, dinamai  ‘bogor lanang’,  penghasil air nira, yang tak asing disebut legen, yang sebenarnya hanya ‘akal-akalan’ wong ndeso untuk membedakan jenis kelamin betina dan jantan pohon Siwalan.


 


Tanaman ini hanya cocok tumbuh di daerah yang beriklim kering, di ketinggian 0-800 m dpal, bercurah hujan rendah (rata-rata 63-117 hari/ tahun), bersuhu optimum 30 deg C dan hidup di tanah yang mengandung pasir, sesuai karakteristik kondisi alam Kabupaten Rembang, khususnya Kecamatan Sulang. Desa Jatimudo adalah salah satu sentra habitat pohon Siwalan di wilayah Kecamatan Sulang, bersama Desa Tanjung dan Desa Bogorame. Bila kita berkesempatan njajah deso Jatimudo, yang tampak adalah hamparan pohon siwalan yang ngrembuyung, tumbuh subur di galeng-galeng, yang keberadaannya multifungsi, sebagai pelestari dan penjaga ekosistem lingkungan, glugu-nya pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, daun lontar sebagai bahan kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi, sekedar patok pembatas tanah, sekaligus produk buahnya berperan utama dalam menambah penghasilan dari usaha sampingan para petani desaku.


 


Berkah yang dibawa ‘pohon langka’ sebagai second business bagi petani tentulah buah siwalan itu sendiri, yang laku jual dan banyak diburu. Buah siwalan enak dimakan langsung, atau pelengkap isi menu es buah. Rasanya yang manis, kenyal, dan bertekstur lembut, tidak jauh beda dengan kolang-kaling, begitu menggoda dan memanjalan lidah penyantapnya. Bogor Lanang pun tak ketinggalan memberikan kontribusi ekonomis sebagai penghasil air legen. Citarasa air legen yang manis, berpadu tarikan rasa masam yang kuat, dengan backing aroma bersoda, sangat segar dan nikmat sewaktu membasahi lidah dan kerongkongan, menuntaskan dahaga penimumnya setelah bergelut dalam panasnya alam Rembang.. Bila ingin mendapatkan kadar soda yang tinggi, air legen cukup diisikan ke dalam kendi dari tanah liat, ditutup rapat-rapat, didiamkan hingga beberapa minggu, jadilah minuman kontroversial, tuak. Dan konon, air legen dipercaya meningkatkan vitalitas, pencegah sakit maag dan doping alami untuk menjaga stamina tubuh.


 


Kalau di Amrik sono perlu bantuan mesin produksi yang mahal untuk menghasilkan minuman bersoda, atas kemurahan-Nya, di bumi Sulang langsung disediakan oleh alam lewat ‘kebaikan’ pohon siwalan. Biarlah negeri Paman Sam bangga dengan merek Coca Cola yang mendunia, namun negeri Lek Karjo cs ini pun tak kalah bangga dengan minuman legennya. Hanya saja, kekurangan air legen dan siwalan adalah barang musiman, hanya bisa dijumpai ketika musim kemarau tengah melanda, di rentang  Bulan Maret hingga Bulan September setiap tahunnya.


 


Kuamati Pak Naim yang bersiap menjalankan profesi sampingannya sebagai penyadap air legen. Digantungkannya sebagian bumbung kosong di pelepah anakan pohon siwalan yang masih ‘balita’,  sedang bumbung yang lain disangkutkan di lengan kirinya. Diselipkannya pisau gores untuk ‘menggarap’ tangkai bunga bogor lanang di belakang punggungnya. Dengan cekatan dipanjatnya pohon siwalan di dekatnya dia berdiri, kakinya dijejakkan di takik-takik berundak yang sengaja dibuat di batang pohon siwalan, sembari alat bantu tali panjatnya dijulurkan hingga melingkari batang sebagai tumpuan kekuatan sewaktu memanjat. Dengan kelihaiannya bak mountain side climber, tak perlu waktu sampai dua menit untuk menaklukkan ketinggian 15 m pohon siwalannya. Bapak yang bernama lengkap Nyono Naim ini pun telah nangkring di atas tajuk pohon siwalan, memulai jobdesk utamanya.


 


Dilihatnya beberapa bumbung yang dipasang kemarin sore telah penuh oleh tetesan air legen. Dengan telaten dilepas dari kaitnya dan disisihkan, digantinya dengan bumbung baru sambil tangkai kembang lama dipotong dan digores baru di bawahnya dengan pisau kerjanya nan tandes, cresh…cresh…Air legen pun lambat laun menetes dari ujung tangkai bunga yang baru saja dipotong, seakan lewat getah bunga pohon siwalan inilah rejeki Pak Naim mengalir, memenuhi pundi-pundi nafkahnya. Satu per satu bumbung yang telah terisi diambil, hingga semuanya dituntaskan, digantikan dengan bumbung baru. Tak satupun ‘kembang siwalan’ yang terlewat digarapnya.


 


Pak Naim pun menjalani alur kerja keduanya, menuruni pohon siwalan. Meski lebih gampang dibandingkan sewaktu naik, namun beban berat dari bumbung-bumbung yang sarat air legen menuntut ekstra kehati-hatian. Namun bagi Pak Naim yang hampir 30 tahun menekuni dan berpengalaman dengan pekerjaan menyadap air legen, tidaklah susah dan ribet melakukannya. Cukup hanya 15 menit leadtime yang dibutuhkan untuk ‘mencumbui’ satu pohon siwalan, dari foreplay hingga endplay. Tak perlu rehat lama, selang berikutnya pohon keduanya pun digarapnya, seterusnya dan seterusnya, hingga pohon siwalan ke-12 miliknya yang terakhir memanggilnya, bersiap diri kembang siwalannya untuk di’sunat’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar