Langgam Sarkawi
Aura senja mulai menyergap langit sore Pulogadung
Bersiap melengserkan siang, mendudukkan malam di singgasana waktu
Dan dari keremangan cahaya
Muncul sosok yang tak asing bagi petualang kota
Menyeruak di antara rakyat republik aspal
Yang menyemut di ujung jalan Perintis Kemerdekaan
Makhluk jalan raya berbalur warna ungu la viola
Tubuhnya molek nian, menyembunyikan sisi maskulin
Smiling facenya perlambang sikap legowo menjalani tugas
Lelah menempuh ribuan kilo bukanlah keluh kesah
Jalanan berlubang dan penuh debu sebentuk pertemanan sejati
Kian lama dia semakin mendekat
Segera kulambaikan tangan
Terunggah bahasa sandi, agar dia memahamiku
Samar di balik kaca pria paruh baya menatap
Teettt…teettt…dia membalas pengharapanku
Lalu menepi dan berhenti
Dan seorang penjaga gerbang tanggap kendali
Dilongoknya kepala keluar jendela
Siapa tahu ini jalan datangnya rejeki
Dia pun bertanya, “Kemana Mas?”
“Ngetan (ke timur)”, jawabku singkat.
Bergegas dibuka pintu utama dengan semangat bergelora
Secepat kilat kutapakki alas permadani kerajaan armada
“Mari Mas, masih banyak yang kosong”
Sapaan lembut dara ayu dengan ramah menyambutku
Hmm…aroma kegirangan terpancar dari rona wajah mereka
Kulangkahkan kaki mencari lapak punggung yang tersisa
Sembari diikuti tatapan tajam dan nanar belasan penduduk resmi
Bahasa tubuh jauh dari sikap pemuliaan
Tak acuh akan hadirnya pengemis rasa iba
Senyum menjadi barang mahal bagi warga baru
Yang ada guratan kecurigaan di benak mereka
Setiap gerikku tak luput dari perhatian
Seolah aku ini seorang pesakitan
Salahkah aku?
Apakah aku ini seorang pendosa?
Kusandarkan letihku di tampuk ala kadarnya
Di pojok belakang, menempel pada dinding ruang
“Kemana Mas?”, tiba-tiba gadis tadi menghampiri
“Rembang Mbak, berapa?”
“Delapan Mas…”
“Tujuh ya Mbak!”, tawarku sambil kukerlingkan mata
Berharap dia mengerti dan mengasihaniku
Kepalanya mengangguk, meluluskan permintaan
Tanpa kugenggam tiket, tanpa ada jaminan perlindungan
Hanya berasas rasa percaya dan saling membutuhkan
Secuil transaksi “haram” di pasar gelap
Dan di tampuk ini pula aku tercenung
Sungguh…sekian lama menjalani ritual hidup di atas roda
Hampir menjelang sewindu mengarungi samudra pantura
Inilah awal pertamaku mempertaruhkan diri
Menyandang status penumpang tak resmi
Namun, apa yang aku rengkuh?
Dua sisi pandang yang saling bertolak belakang mengemuka
Ibarat kutub utara dan selatan magnet yang diadu
Aku diharap, sekaligus ditolak
Aku dibutuhkan, sekaligus dikucilkan
Aku dicitrakan sejumput pendapatan, sekaligus disimbolkan syak wasangka
Aku membawa keberkahan, sekaligus mendatangkan kebencian
Aku disanjung laksana emas berlian, namun mereka menahbisku seonggok sampah
Aku penyambung nafas bagi kru
Yang bergaji kecil, tak sepadan dengan tanggung jawab nan besar
Aku penyesak nafas bagi penumpang berduit
Yang berharap pelayanan istimewa, bak seorang maha diraja
Aku tak menyalahkan yang berbaju legal
Nilaiku tak lebih dari benalu transportasi, aku terima apa adanya
Andai mereka mau mengerti
Wira wiri kampung-ibukota setiap minggu
Hanya untuk sesuap nasi, menggugurkan kewajiban
Dan tidak setiap perjalanan lembar rupiah menyokongku
Namun, siapa yang berani menghalangi arti pertemuan?
Siapa yang dapat mencairkan gumpalan kerinduan?
Bersua orang-orang tercinta, pengisi kebahagiaan relung jiwa
Deminya…
Kenyamanan perjalanan terpaksa kukorbankan
Kantong sempit tak lagi kurasa mencekik
Suaka keselamatan menjadi piranti mahal
Anggapan miring keberadaanku tak membuat panas telinga
Harga diri tak malu kurendahkan
Harkat martabat kukerdilkan
Melangkah ke dalam lembah hitam yang berjuluk “Sarkawi”
Sepenggal kisah pengalaman pertama menjadi seorang sarkawi.
Latar : Perjalanan Pulogadung-Rembang (20/2) bersama PO Tri Sumber Urip Nopol K 1548 AD, Hino R260, New Travego Morodadi Prima.
saya pertama sarkawian naik bis budi jaya mas
BalasHapusMas Didik...sing dimaksud sarkawi iku opo leh..? cekakan utawa istilah tren wae / aku kok lagi krungu..? soaLE nek Sarkawi iku sak ngertiku koncoku sopir sing saiki sukses dodolan sari laut nek alun2 Juwana.
BalasHapusbtw...mas didik asli rembang to..? aku sumberjo mas..arek pasar..salam kenal
Hehe...Sarkawi itu bahasa halusnya "penumpang gelap/ tak resmi" yang naik bus Mas. Jadi tanpa tiket, kolusi sama kru atau agen. Yang jelas, tarif Sarkawi lebih murah dibanding resmi.
BalasHapusJadi, bukan menyinggung teman Mas Sangalang yang bernama Sarkawi, lho?
Salam kenal kembali. Saya numpang lahir di Kragan, besar di Sulang dan sekarang domisili di Bulu...:)