Rabu, 18 Februari 2009

Waduk Tempuran, “Oase Buatan” Di Bumi Tandus

42Blora, -sebuah kabupaten di sisi timur tenggara Propinsi Jawa Tengah-, merupakan daerah berhawa panas dengan karakteristik tanah yang relatif tandus. Posisi geografis kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah selatan Kota Rembang ini berada di dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-300 m dpal, sehingga turut mempengaruhi iklim kehidupan alam Blora yang  terkenal keras. Meskipun topografi daerah kaya minyak ini didominasi  hutan jati, namun faktanya Blora berstatus “pelanggan tetap” korban derita alam akibat degradasi fungsi dan kualitas lingkungan, ulah  tangan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Belitan krisis air di saat musin kemarau serta ancaman banjir dan longsor seakan menjadi sahabat tahunan warga Blora. Sungguh ironis.


 


Curah hujan yang rendah, rata-rata “hanya” 105 hari atau 1566 mm per tahun cukup membuat “kewalahan” pihak terkait untuk menyediakan kebutuhan air bersih. Salah satu solusi yang digagas adalah pembangunan tandon-tandon air, semisal embung, waduk ataupun kolam penampungan air, memanfaatkan air hujan yang biasanya turun di rentang bulan November hingga bulan Februari.


 


Dan salah satu karya “masterpiece”  Pemda Kabupaten Blora adalah Waduk Tempuran. Wadah air raksasa ini terletak Desa Tempuran, Kecamatan Blora Kota, berjarak 15 km arah utara jantung Kota Blora. Luasan air yang menggenang seolah-olah melingkari Dusun Juwet sehingga kampung kecil nan permai ini tampak mengapung di tengah-tengah waduk. Sebuah miniatur Danau Toba dihiasi Pulau Samosir di tengahnya.


 


Waduk yang dibangun di awal tahun 2000 ini seakan menjadi “obat pintar” menyiasati gersangnya alam bumi Blora. Selain memainkan peran utama sebagai sumber ketersediaan air bersih, air waduk dimanfaatkan pula sebagai sarana irigasi pertanian, tempat budidaya ikan air tawar, arena pemancingan, sarana even olahraga dayung tingkat lokal hingga nasional, serta dikreasikan menjadi tempat wisata berkonsep “duo tourism objects”, yaitu paket wisata alam digabung dengan wisata kuliner.   


 


Rute utama yang ditempuh untuk mencapai lokasi adalah jalan raya Rembang-Blora. Bila kita dari arah Rembang, sesampai di perempatan Pasar Medang  langsung berbelok kiri, menyusuri jalan sempit di tengah areal persawahan. Sewaktu kami sekeluarga ke sana, kami bertiga disuguhi pemandangan nan eksotis di kanan kiri jalan. Tunas muda pucuk-pucuk batang padi yang sedang  tumbuh mengembang menghampar laksana permadani hijau royo-royo yang menyejukkan. Rimbunnya daun-daun jati seakan menjadi “kamuflase” untuk menyembunyikan ketidakramahan iklim kering daerah ini. Jajaran perbukitan kapur semakin menggenapi panorama indah lukisan alam,  memanjakan setiap mata untuk meliriknya.


 


Sebelum memasuki kawasan wisata, kita akan menjumpai sebuah stasiun klimatologi kecil, yang dipakai untuk memantau keadaan cuaca di sekitar waduk. Stasiun ini mencatat setiap perubahan kecil dari temperatur udara, kelembaban udara, dan curah hujan. Data-data ini sangat penting untuk pengaturan air waduk.


 


Melihat animo masyarakat yang cukup tinggi untuk berkunjung, Dinas Pariwisata Kabupaten Blora pun menggandeng mitra swasta untuk mengelola secara profesional keberadaan Waduk Tempuran. Bukan sekedar untuk memanfaatkan pesona air waduk, namun dipadukan dengan wisata kuliner. Maka dibangunlah semacam kedai makan, -yang lebih cocok disebut café-, yang menyajikan wisata kuliner khas Waduk Tempuran, yaitu ikan bakar. Untuk menjaring lebih banyak wisatawan, disediakan fasilitas tambahan berupa taman bermain plus kolam renang bagi anak-anak, wahana bebek air, homestay, gedung pertemuan dan panggung live music khusus hari Minggu dan  libur besar.


 


Di cafe yang dinamai “ Café In” ini, menu utama yang ditawarkan adalah ikan bakar, dengan pilihan ikan bawal ataupun gurami.  Dengan paduan bahan rempah-rempah bawang putih, garam dan merica dengan komposisi yang klop sewaktu memasaknya, dilumuri kecap manis, bumbunya pun terasa meresap sampai ke dalam tekstur daging ikan. Dicocolkan ke dalam sambal terasi pedas yang menyengat indra perasa, dengan lalapan segar daun kemangi, irisan mentimun, sayuran kol dan terong ungu, serta nasi pulen yang mengepul hangat, semakin pas untuk menyempurnakan salah satu hidangan khasanah dunia boga nusantara. Menghabiskan acara bersantap siang  bareng keluarga di saung-saung yang mengapung di atas air yang melimpah ruah, menjanjikan nafsu makan kian bergelora dan semakin menambah kenikmatan mengecap hidangan identitas Waduk Tempuran ini. Selembar uang 50 ribu-an pun masih tersisa untuk menebus 1 kg ikan gurami bakar, komplit dengan kondimennya, sebakul nasi putih dan minuman teh manis.   Sepadan dengan kepuasaan mencumbui keindahan wisata alam sekaligus menuntaskan demam kerinduan mencicipi wisata kuliner .




201


 


Siapa yang tidak tergoda untuk mencobanya?


 

5 komentar:

  1. Saya yang tergoda Mas Didik. Tempatnya tak begitu jauh dari rumah saya, namun sebenarnyalah saya belum pernah mencobanya. Mudah-mudah dalam hitungan hari saya betul-betul bisa mencicipi bawal bakar dan gurami bakar di Waduk Tempuran, hehehehehe..................

    BalasHapus
  2. Monggo Pak Kid. Cuma sekarang air waduk belum terisi penuh, mungkin curah hujan tahun ini rendah.
    Waktu pertama kali saya ke WT (tahun 2007), airnya hampir menyentuh batas tanggul sisi utara Pak. Sungguh indah, di bumi gersang ada air yang begitu melimpah. Bahkan sempat menyaksikan atlit2 dayung Jateng sedang berlatih dalam persiapan menghadapi PON 2008.
    WT sangat ramai kalau hari minggu apa pas libur nasional Pak. Bisa-bisa bete nungguin ikan bakarnya dihidangkan.hehehe...
    Tips saya, kalo sudah tiba di lokasi, langsung ke bagian pemesanan Pak, ambil nomor urut, baru nyari tempat lesehan di saung2 pinggir waduk.

    BalasHapus
  3. um,, sangat menarik juga, tempatnya, memng sering di gembor-gemborkan sabagai wisata andalan Blora. Tapi saya sangat prihatin dengan keadaannya, mungkin kurang terawat dan tertata. Potensi sih ok, tapi keadaan yang kurang maksimal. mungkin akan lebih menarik jika kemasan arsitekturalnya lebih di maksimalkan, permainan kontur dengan bangunan, penataan zona2 pemisah antara wisata dan desa itu sendiri, penambahan dan pembenahan fasilitas2, dsb. em..boleh juga, jadi inspirasi bwt TA saya tahun ini, kebetulan juga anak daerah sendiri, yang mungkin sangat prihatin dengan kondisi trutama wisata blora sendiri.
    mungkin juga saya minta masukan, tentang kadipaten jipang-petilasannya-dan apa mungkin juga bisa dfikembangkan menjadi potensi wisata juga? nuwun,

    BalasHapus
  4. @/rif.
    Saya begitu menghargai niatnya mengeksplore lebih detail keberadaan waduk ini. Bukan sekedar sejarah yang ditulis, tapi masukan dan kritik membangun bagi pengelola buat masa depan tempuran ini. Semoga waduk ini bukan indah di saat ini saja, tetapi akan langgeng hingga selamanya ...

    Menarik juga legenda (sejarah) Jipang. Saya sering mendengarnya, tapi kurang tahu bagaimana peradaban kadipaten ini di masa lalu. Masih minim literature tentang kadipaten Jipang. Monggo kalau mau digali.

    BalasHapus
  5. Waduk tempuran pancen okeee...

    BalasHapus