Jumat, 08 Februari 2013

Mimpi Yang Terbeli (2)

17.16


Tak lama setelah “kuevakuasi” tas backpacker di bawah jok, moda travel dengan arrangement seat sekelas bus super eksekutif itu memulai regular flight menuju bumi Ngayogyakarta Hadiningrat.


Wajah-wajah gedongan serta kaum borjuis angkatan 50-60an hampir memenuhi isi kabin. Sekelompok masyarakat yang tak pening dengan persoalan budget perjalanan, tak perlu jelimet menghitung mengapa pentarifan bus travel ini mahal, ataupun risau dengan sentimen negatif pasar yang bisa melambungkan harga minyak dunia.


Kusadari kini, aku turut berjejal di dalamnya lantaran dihinggapi penyakit kejiwaan akut yang berjuluk “sok tajir”. Hehe…


Urusan perut langsung diunggulkan sebagai prioritas pertama, dengan didistribusikannya snack yang terdiri dari roti coklat merek “Home Made” plus Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) volume 600 ml.


Tak ketinggalan, pemanjaan indera penglihatan dan pendengaran diunggah. Lagu-lagu western oldies diputar tayang, memanfaatkan piranti LCD TV Samsung 26’ berikut “pasukan pelengkapnya”, enam unit LCD TV CRV 9’.


IMG00301-20120511-1710


Untuk singgasana tiap penumpang, sofa yang dirancang benar-benar ergonomis, wah dan empuk, dalam balutan kulit berbahan semi sintesis. Terlebih disematkan fitur legrest dengan kontur mencekung, yang fit mencengkeram kedua betis, niscaya membuat penghuninya lupa berdiri jikalau sudah duduk. Hmm…


Pelan tapi pasti, disusurinya rute Gading-Goro-Kampus Ungu-Pedongkelan-Persimpangan Cempaka Mas, sebelum merangsek masuk tol dalam kota via gate Cempaka Putih. Kemacetan seketika menghalang di atas jalan layang Wiyoto Wiyono. Haryanto HM 51 Redbull serta Nusantara HS173 “mengulurkan tangan”, menemani, sebelum akhirnya say goodbye lantaran keluar gelanggang untuk mengarah ke Jalan Pemuda, Rawamangun. Tinggalah Dedy Jaya Dewa, pemberangkatan dari Muara Angke, yang jadi kawan seiring dalam menuntaskan jalan prabayar senilai Rp6.500,00 tersebut.


Di pangkal Tol Jakarta-Cikampek, moda beregistrasi samsat AA 1616 EM itu mulai mengembangkan daya jelajah. Kecepatan ditahan pada skala ekonomis, disiplin berlalu lintas ditegakkan, gelinding roda diborder oleh marka pembatas lajur 2 s.d 3. Tak ada acara ngebut, sruntulan atau agressive driving, karena kenyamanan serta taste kerasan para “peserta wisata di dalamnya ditempatkan sebagai panglima.


Warga Baru 484 jadi kontestan pertama yang mengirimi kepulan residu hitam. Sementara di bahu jalan, terjadi duel sengit antar sesama bus kota P9A Bekasi-Senen. Laga big match antara B0902 versus B1007.


Biarpun nyantai, bus dengan izin pariwisata ini ternyata punya tuah, dengan menyalip P9BC jurusan Cikarang-Kampung Rambutan serta Handoyo bodi Panorama 3 di km 17. Bahkan Pahala Kencana Proteus yang menggawangi trayek Kalideres-Purwodadi-Blora serta Sinar Jaya berbungkus busana New Celcius juga mencicipi sengat the blues.


Rest area km 52 jadi mampiran sementara. Ada dua “PR” yang mesti digarap, yakni mengasup cairan solar serta menjemput dua sewa pemilik bangku 2B-2C.


Melenggang di sisa belasan kilometer untuk mencapai simpang Cipularang, Hino varian R260 kembali harus mengalah. Posisinya dirampas korps hijau abu-abu, Budiman New Travego serta Budiman Comfort, Bekasi-Karangpucung.


19.24


Berganti ruas tol yang didominasi trek menanjak, Rejeki Baru pasang ancang-ancang. Tetap dengan habit “yang santun”, ketenangannya berhasil menenggelamkan Vista Touristama Old Travego serta SPA Trans (Surya  Putra Adipradana), saat dua PO wisata dari Bandung “mengejan” kepayahan merangkaki undakan Jatiluhur.


Tanjakan Ciganea adalah neraka kecil. Yang jadi korban adalah Budiman Non AC, Pangandaran-Bekasi, storing di tepi jalan. Semburan daya maksimal 260 HP pada putaran 2.500 rpm pun serasa kerdil untuk menaklukannya. Busku tertatih-tatih saat mendaki.


Memasuki km 89, rambu alert terpampang besar di median tol, bertuliskan “Hati-hati di km 90 hingga km 100 sering terjadi kecelakaan fatal”. Papan peringatan yang dipasang pasca kecelakaan maut yang merenggut nyawa istri pedangdut Syaiful Jamil.  Konon, adanya turbulensi


 angin serta efek fatamorgana di spot yang diapit dua bukit turut berkontribusi atas insiden serta accident yang kerap terjadi.


Sementara itu, di atas bentang langit Cianting, tampak mencolok letter sign Djarum Super yang diklaim terbesar di dunia oleh Guinness Book of World Record. Dengan dimensi tinggi 23 m dan panjang 117 m, media branding perusahaan rokok itu bisa dipandang jelas dari radius 3 km. Sangat-sangat gigantik…


Satu per satu, bidak-bidak PO elite Primajasa unjuk taring serta pamer kelincahan di “sirkuit pribadinya”. B  7023 YV Bekasi-Bandung, B 7335 XZ Cikarang-Bandung, Old Travego ala Mayasari Utama Lebakbulus-Garut, serta serikatnya, shuttle Bekasi Blue Plaza-Bandung, melakukan “tackling” terhadap Jetbus HD Diamond Glass garapan Adi Putro.


Saat melewati radar pemantau kecepatan yang dipancang di pinggir tol, putaran keenam roda tubeless ring 22.5 digdaya membukukan catatan di angka 86 km/ jam. Cukup mengkilap untuk ukuran angkutan wisata.


Di km 114, alhasil mampu meng-overtake Sinar Jaya 67B, dilanjutkan penorehkan prestasi atas Primajasa Lebak Bulus-Bandung di km 118.


Sepanjang penggal Padaleunyi, aksi balas dendam terhadap geng Primajasa menuai hasil positif. Ini lantaran “blunder” yang mereka lakukan sendiri, gara-gara seringkali menurunkan penumpang di sepanjang jalan tol.


Hanya satu pertarungan jantan ketika menggusur armada Budiman bernomor jersey HP163 di dekat rest area Republik Telo km 147. Dan nyaris saja menyodok Sinar Jaya Celcius 49 DX sebelum gate out Cileunyi menahan ikhtiarnya.


20.35


Menyusuri jalan arteri Bandung-Garut, laju pun melambat disebabkan padatnya arus lalu-lintas.


Di salah satu pusat oleh-oleh daerah Cipacing, Rancaekek, kujumpai si kembar biru polos, HS 227 dan HS 228 sedang belanja. Mantap…diangsur satu persatu, armada simpanan Nusantara mulai dikeluarkan dari kandang. Meski baru melayani kepentingan wisata, siapa tahu itu hanyalah inreyen sebelum dikaryawakan untuk AKAP.


PO Saluyu Prima Setra Adi Putro kuasa dilancangi di teritorial Dangdeur, sebelum disalip secara serampangan dari kiri oleh PO Pakar Utama, D 7622 AA, di km 25, Ciburelang.


Akhirnya kerja keras tanpa henti berbuah kemenangan.


Sinar Jaya 49 DX Bekasi-Jogja, yang ngeyel disalip selama melahap ruas Padalarang-Cileunyi, dibuat kelabakan tatkala dipressing ketat. Dan naga-naganya, merelakan pole positionnya diambil Royal Coach E di bypass Cicalengka.


Dari balik kaca, tampak dua armada kempling Scorpion King PO Menggala mendamparkan diri di area pujasera Citaman.


Mengakrabi kawasan Nagrek, bus yang baru berumur tujuh bulan itu dengan cekatan melakukan manuver descending. Etape yang berliku-liku diseling turunan curam seolah jadi menu harian, sehingga driver begitu hapal ciri dan karakter salah satu dangerous road yang diampu jalan lintas selatan Jawa Barat.


Sayang, adanya truk tronton yang ngos-ngosan menjinakkan punggung terjal Andir Kulon, memaksa busku jadi penguntit setia untuk beberapa saat.


Saat meniti Limbangan, yang membentang di km 46 Bandung-Tasikmalaya, pandangan mataku menatap satu rumah makan yang tak asing. Pananjung, disebutnya. Itulah kedai yang disinggahi PO Budiman 3E21 Tasik-Kampung Rambutan, yang aku naiki bersama Mas Adit dan Mas Asep, sepulangnya dari plesiran ke Dieng.


Membayangkan menu yang disajikan, air liur rasanya ingin menetes,. Lantaran lidah ini sudah in dengan masakan istimewa tatar Sunda. Tak sabar rasanya untuk memenuhi rongga lambung yang mulai keroncongan dipapar hawa dingin buangan louver AC.


Tapi yang aku herankan, mengapa sudah “larut malam” begini, bus berpaspor Kebumen ini tak jua berhenti? Rumah makan apa yang hendak dipilih? Di daerah mana? Perlu masa berapa lama lagi?


Sederet pertanyaan dari orang awam dan baru pertama kenal Rejeki Baru sepertiku ini, mengemuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar