Senin, 11 Februari 2013

Separuh Rinduku Pergi (3)

“Payah tenan si A, si B, si C itu. Mosok jumlah penumpang sampai 48, yang dimasukkan ke DP (manifest) cuma 32. Ngapusi (berbohong) kok ngga kira-kira,” cerocos petugas kontrol bercurhat kepada awak ‘Sumber Urip’ saat dia melakukan sidak di atas kabin bersuhu 21.5 derajat Celcius. ‘Cik Noni’, yang juga merangkap sebagai checker Budi Jaya itu tampak geram atas ulah nakal kru dan agen bus beregistrasi K 1408 H, yang baru saja angkat jangkar dari pelataran rumah makan.


“Edan, sebanyak itu!? Ditumpuk dimana mereka?” aku bingung keheranan. Dua sapu jagat Pulogadung dengan slottime pemberangkatan dan kelas yang nyaris sama, tapi soal okupansi penumpang benar-benar njomplang. 25 versus 48. ‘Singa berkacamata’ benar-benar handal!


Dari perkara sarkawi tersebut, aku baru paham kalau Budi Jaya dan Tri Sumber Urip ternyata masih memiliki ‘hubungan kekerabatan’. Dan tebakanku dibenarkan oleh driver tengah. Pantas saja, mereka bergandeng tangan dalam menempatkan controller bersama. Secuil bukti yang lain, salah satu ‘RK Ungu’ Koh Paryono dengan mudah di-take over oleh PO yang baraknya terhampar di Margorejo, Pati. Dua hal itu seakan merefleksikan bahwa kedekatan antar keduanya cukup intim.


22.40


Bus yang mengusung livery bertema ‘cakar garuda’ itu memulai re-start. Tak ada beda signifikan dengan pemain pinggir, pramudi kedua yang kuharap jadi goalgetter malah melempem, cenderung memeragakan slow motion. Kecepatan dikurung antara batas 60-80 kph, tak ada aksi yang mampu menggolakkan enzim adrenalin hingga merambat mencapai titik didih. Seolah kevalidan akan cerita bus banter Muria-an diganggu gugat sendiri oleh salah satu follower-nya.


Bahkan ‘sekaliber’ 19A jurusan Tanjung Priok-Bobotsari dengan mudah menaklukannya.


Demikian juga koleganya, 56B, yang sedang mlaku thimik-thimik. Ia saja kuasa menyalip bus yang odometernya baru menunjuk angka 35 ribu kilometer, saat bersama-sama menjejak bumi Patrol.


“Benar-benar AKAP  rasa pariwisata.” gerutuku sambil garuk-garuk kepala.


Belum layu bibit-bibit kekecewaan, mukaku dibuat pucat pasi menatap Shantika ‘Kebo’ dan tandemnya, Masterbus, yang bersiap da da da da pada Rumah Makan Barokah Indah.


“Rawamangun mulai menyusul. Hancurrr…” bisikku dengan pahit.


Kegetiran itu bertambah tatkala Sinar Jaya 20S trayek Purworejo kian menenggelamkan busku di dasar klasemen. Barulah menjelang Rumah Makan Taman Selera melesakkan gol hiburan saat menyalip 70VX bodi evolution yang tengah menyalakan sein kiri. Hehe… 


Sebenarnya ingin kupejamkan mata selelap-lelapnya ketimbang menyaksikan ‘hewan Oktopoda’ jadi wahana bulan-bulanan yang lain. Namun, jok dengan brand Creative hasil prakarya pabrik C71 sangatlah menyiksa punggung. Aspek ergonomisnya tidak bisa kurasakan, dan itu diamini juga oleh partner sebelahku. Belum lagi semprotan hawa dingin AC yang dibiarkan leluasa merasuki lapisan bawah kulit, tanpa disediakan tameng berupa selimut sebagai pengusirnya. Sebuah nilai minus, tentunya.


IMG00197-20120413-1738

Kupaksakan tidur-tidur ayam.


Dan kesadaranku kembali pulih saat terperanjat menatap HR-07 “Yang Santun” yang  dikekang Mas Budi pamer kedigdayaan di daerah Arjawinangun. Luar biasa memang skill, naluri dan nyali  arek Tayu itu, saat menggempur barisan kendaraan yang padat, berjibaku mencari sejengkal celah untuk berkelahi dengan putaran waktu yang kian menghimpit. Benar-benar total driving.


Scorpion King dengan lampu buritan ala jetbus ini hanya bisa menjaga jarak dengannya hingga gerbang tol Ciperna. Setelahnya, kres-kresan “Midnight” itu hilang ditelan kosmos Pantura nan pekat oleh kepulan asap penghuninya.


Gegar prestasi sedikit demi sedikit mulai diperbaiki. Tercatat Raharja Putra Mulya (RPM) ‘Raga Suci’,  Sumber Alam Comfort AA 1620 AC serta Sinar Jaya 28S didepak dari posisi terdepan saat menggilas karpet hitam yang membujur sepanjang bentang tol Palimanan-Kanci.


Baru saja disanjung, bus yang berportal di trisumberurip@gmail.com melorot kembali, disingkirkan oleh Handoyo ‘Clurit’ AA 1412 CA di km 217. Tak lama berselang, duet Phoebus ‘Prestigious Bus’ dan HM 16 ‘Logis’ membabatnya. Si Kuning menyalip dari sisi kiri, sedang Red Titans melibasnya dari kanan. Komplit sudah penderitaan saudara tua PO Madu Kismo ini.


“Wis kono…balapan dhewe. Mengko njur der-deran maneh…” ledek anak muda yang berposisi sebagai kenek, mengacu kejadian saling sodomi yang kerap menimpa armada Haryanto. (Sudah sana…balapan sendiri-sendiri. Nanti terus der-deran lagi)


Dalam hitungan detik, Budi Jaya juga melaju kencang dari bahu jalan.  Bus yang tadi sempat diblacklist oleh checker Taman Sari berlari kesetanan, seakan-akan solar di dalam tak bakalan cekak, mengingat pendapatan non resmi begitu bejibun.


“Kenapa bus ini juga baru sampai sini? Mogokkah?”


00.32


Moda yang dilengkapi LCD TV LG 19’, Head Unit Kenwood serta Speaker X-site sebagai perangkat audio-video memilih way out  Kanci untuk meneruskan tripnya ke arah timur.


IMG00195-20120413-1732


Dewi Sri ‘Lebakbulus Kebayoran Lama’ sempat menemani Tri Sumber Urip yang sedang dalam kesendirian. Namun, kesetiaan menguntit si pelaners berbuah ketidaksabaran. Si Putih Mutiara berbusana garapan Equator itu kemudian meninggalkannya.


Sementara, di salah satu rumah makan daerah Gebang, terbaring PO Sanjaya yang tengah rehat. Kotak roda enam yang dulu pernah aku  naiki, dan masih membekas di memoriku, bagaimana kru bersedia mengangkut anak sekolah jarak dekat dengan alasan kemanusiaan. Benar-benar sebuah bus yang humanis.


Di Losari, switching terjadi, ketika Dewi Sri ‘Black’ diovertake, membalas kelakuan Dewi Sri G 1452 BE sebelumnya. Dan kemudian giliran Menara Jaya ‘Toyibah’ dilancangi ayunan kaki-kakinya.


Kota Tegal menyisakan catatan buruk, saat bus plesiran AB 7529 AS bergambar maestro musikus Beethoven dengan sentuhan karoseri Tugas Anda menggagahinya.


Fragmen seru terjadi di ruas Maribaya-Pemalang, ketika arak-arakan enam ekor bus, masing-masing Sang Putra Rembang, Sinar Jaya Hino RG Pekalongan, Budi Jaya New Travego K 1405 H, PO Kemenangan, yang mengkaryakan eks armada Subur Jaya K 1688 DD, Bandung Ekspress D 7849 AA serta Gunung Mulia Nucleus 3 saling bergantian bertukar posisi. Rukun dan saling mengusung asas gotong royong sebagai sesama entitas big bus.


Satu persatu penumpang mulai banyak yang turun. Di ringroad Pemalang, 50% penghuni telah hengkang dari lapaknya. Bahkan, nyaris setiap penumpang bisa mengakuisi sebaris konfigurasi tempat duduk yang berisi empat bangku. Tak terkecuali aku, yang bisa ndeprok dan selonjoran di deret kedua. Inilah yang lumayan membantu mengistirahatkan diri.


Hanya dua momen yang sanggup kuingat di antara peraduan semu. Yakni saat ‘menerjang’ area terlarang alias verbodden Turunan Plelen serta pergantian shift pengemudi di Lingkar Weleri.


Tet…tet…tettt…


Isyarat minta jalan dari klakson New Shantika membangunkanku, saat tapak roda menciumi aspal Mangkang, Semarang. Beriringan dengan Marcopolo Ungu, hadir pula PO Raya bernomor punggung 05 dengan jersey Panorama 3. Dan bertiga kemudian menelikung PO Sari Indah AE 7903 UB di wilayah Randu Garut, sebelum merangsek masuk Tol Krapyak.


05.04


Terminal Terboyo mulai menggeliat. Bus bumel, patas dan bus kota kompak semburat di pintu keluar, saling berlomba-lomba menjemput rezeki.


Busku mulai tampak keletihan dan semakin meng-keong. Lebih trengginas dua armada PO Cipaganti divisi Jogja masing-masing AB 7535 JN dan AB 7538 JN yang terlihat bersemangat mengantar rombongan peziarah. Namun lebih cepat dibanding Sumber Larees H 1458 CA Semarang-Lasem yang rajin memungut sewa.


“Kok selambat ini ya, Mas?” sesal sekondanku, abdi negara yang nyangkul di sebuah departemen pemerintahan di bilangan Utan Kayu itu.”Biasanya aku masih kebagian subuhan di rumah (Pati; pen) lo, Mas.” 


Mungkin perjalanan ini sebuah anomali.


Pemandangan bernuansa go green begitu kentara di etape Demak-Kudus. Proyek yang digagas salah satu perusahaan rokok dengan judul “Penanaman 1 Juta Pohon” mulai menampakkan hijau. Ribuan trembesi, samanea saman, dengan lebatnya daun-daun yang menempel pada dahan-dahan yang menjuntai, seakan membawa pesan, bahwa penduduk bumi pun masih punya aware terhadap kemerosotan mutu lingkungan. Program yang layak diapresiasi.


Aku pun melangkah ke depan, bersiap untuk turun, saat tugu selamat datang Kota Kudus mempersempit sudut pandang mata. Sekilas kutemukan Shantika Oranye didampingi PO GS Guvilli masih kongkow-kongkow di depan mushola kecil, di seberang pul Nusantara, Karanganyar.


06.10


Aku pun menghirup udara segar, membebaskan diri dari jerat kesumpekkan hati dan perasaan. 12 jam, hanya untuk merapatkan jarak Pulogadung-Kudus tanpa ada kendalan berarti di jalanan, bagiku terlalu lama untuk ukuran orang yang sungguh-sungguh menghargai waktu.


Untung, kali ini aku sekadar pelancong yang sesuka hati memainkan waktu. Andai aku berposisi dalam perjalanan ‘ibadah’ mingguan, bisa-bisa 2-3 jam terlambat tiba di rumah. Dan kudu siap-siap, menerima kartu kuning yang dilayangkan permaisuriku.


Seperti yang sudah-sudah, aku bakal kena sindir lagi, “Bismania kok keliru milih bus…”


___


Bicara ekspektasi, bagiku baru separuh yang bisa dipenuhi oleh penerus tahta Artha Jaya. Sebatas kualitas armada. Setengahnya lagi, terkait pelayanan on board dan off board , entah kapan bakal ditingkatkan, lebih-lebih disempurnakan olehnya.


Biarlah sementara waktu kubiarkan separuh rinduku pergi, hingga ada selentingan atau kabar bahwa Tri Sumber Urip selangkah demi selangkah mulai disegani, diidolai bahkan digilai. Barulah aku kembali kepadanya, menuntaskan dendam kerinduanku yang dulu sempat menghilang.


Bukanlah harapan yang muluk-muluk, bukan?


___


 Come on my neighbour, I believe that you can fly…higher…higher…more…and more…


IMG00194-20120413-1731


You’ll never walk alone, Meriam Lasem!There are many lovers that deeply care and always missing you! Include me… 


 


T – a – m – a - t

1 komentar:

  1. Ku pernah naik Tri Sumber Urip dari Lebak Bulus mas, bis baru...dan cepat lagi. Baru kali itu aku puas naik Bus jakarta-Rembang bisa senikmat itu. Tapi aku lupa no plat bus nya.

    BalasHapus